Sebagian besar ulama sepakat bahwa melaksanakan shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendirian. Hal ini didasarkan pada pemahaman terhadap berbagai dalil yang terdapat dalam kitab-kitab hadits. Salah satu hadis yang menyatakan, “Shalat berjama’ah lebih utama daripada shalat sendirian dengan dua puluh tujuh derajat” (HR: Bukhari).

Meskipun umumnya shalat berjama’ah dilakukan pada awal waktu shalat, khususnya di perkotaan, namun di beberapa daerah pedesaan, shalat zhuhur dan ashar sering dilakukan di pertengahan waktu secara berjamaah karena sebagian masyarakat masih berada di sawah atau kebun saat waktu shalat tiba.

Ada berbagai model pelaksanaan shalat jama’ah. Ada yang melaksanakannya secara bersama-sama sejak awal, ada pula yang awalnya shalat sendirian kemudian diikuti oleh beberapa orang yang berniat menjadi makmumnya.

Bagi seseorang yang melaksanakan shalat sendirian, disarankan untuk terlebih dahulu berniat menjadi imam jika yakin akan ada orang lain yang akan bergabung setelahnya. Dalam hal ini, meskipun niat menjadi imam dilakukan di pertengahan shalat, maka dia akan tetap mendapatkan pahala jama’ah.

Namun, jika tidak ada niat menjadi imam di awal atau di pertengahan shalat, maka orang tersebut tidak akan mendapatkan pahala sebagai imam. Namun demikian, makmumnya tetap akan memperoleh pahala. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam Fathul Mu’in.

Dalam situasi di mana seseorang shalat sendirian namun kemudian berniat menjadi imam karena yakin akan ada yang bergabung, tetap diperbolehkan untuk berniat di pertengahan shalat saat ada makmum yang datang. Makmum akan tetap mendapatkan pahala meskipun imamnya tidak.

Kesimpulannya, penting bagi individu yang shalat sendirian namun berpotensi menjadi imam untuk selalu memiliki niat jika yakin akan ada yang bergabung. Dalam konteks ini, niat menjadi imam baik dilakukan sejak awal maupun di pertengahan shalat agar semua pihak dapat memperoleh pahala dengan baik.