Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali manusia merasa ingin terlihat baik, rajin, sempurna, dan saleh di hadapan orang lain. Hal ini merupakan tabi’at dasar manusia yang sulit untuk dilepaskan. Namun, dalam konteks keagamaan, sikap tersebut dapat menimbulkan dampak negatif jika dilakukan dengan motif yang salah, seperti riya.
Riya adalah perilaku melakukan sesuatu dengan tujuan untuk mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang lain, bukan karena ketulusan hati. Dalam Islam, riya dianggap bertentangan dengan prinsip keikhlasan. Amalan ibadah yang dilakukan atas dasar riya tidak akan memiliki nilai di mata Allah SWT.
Menurut Izzuddin bin Abdus Salam, terdapat tiga bentuk riya yang perlu diwaspadai dalam beribadah. Pertama, riya sebelum memulai suatu amalan dan hanya dilakukan karena ingin dipuji. Kedua, riya syirik yang muncul dalam hati saat beribadah. Ketiga, riya yang terjadi saat sedang melakukan aktivitas ibadah.
Dalam kegiatan beribadah, seringkali godaan riya dapat menghantui bahkan orang yang rajin beribadah sekalipun. Oleh karena itu, diperlukan kesabaran dan usaha maksimal untuk tetap menjaga keikhlasan dalam beribadah. Meskipun tantangan datang silih berganti, dengan tekad yang kuat dan niat yang tulus, seseorang dapat menghindari riya dan tetap menjalankan ibadah dengan ikhlas.
Keikhlasan dalam beribadah merupakan hal yang sangat penting dalam Islam. Dengan memperkuat niat dan terus menjaga kemurnian hati, seseorang dapat memastikan bahwa amal ibadahnya diterima oleh Allah SWT tanpa disertai oleh motif yang tidak benar. Semoga kita semua selalu diberikan kekuatan untuk tetap istiqamah dalam beribadah dengan ikhlas dan tulus.