Dalam praktik shalat berjamaah, salah satu hal yang sering dilakukan adalah menunjuk seseorang sebagai imam dengan menepuk pundaknya di tengah-tengah shalat. Menurut penjelasan dalam Fathul Mu’in, tindakan ini diperbolehkan (mubah) dan bahkan disunahkan apabila tepukan tersebut menjadi pertanda bahwa orang tersebut telah diangkat menjadi imam.
Dalam konteks fiqih, niat menjadi imam atau berjama’ah bagi imam adalah sunah diluar shalat Jum’ah, karena hal ini bertujuan untuk meraih keutamaan shalat berjama’ah. Jika seseorang niat berjama’ah di tengah-tengah shalat, maka ia tetap mendapatkan keutamaan tersebut. Namun, dalam shalat Jum’ah, wajib bagi imam untuk niat berjama’ah saat takbiratul ihram.
Dalil yang disebutkan di atas menegaskan kesunnahan niat sebagai imam meskipun niat tersebut muncul di tengah-tengah shalat. Hal ini karena shalat berjama’ah memiliki keutamaan yang jauh lebih tinggi daripada shalat sendirian.
Namun, perlu diingat bahwa jika tepukan di pundak terlalu keras sehingga mengganggu imam dan membatalkan shalatnya, maka perbuatan tersebut menjadi haram. Seperti yang dijelaskan dalam kitab Mauhibah Dzil Fadl, bersuara keras yang mengganggu jama’ah lainnya baik dalam maupun diluar shalat merupakan perbuatan yang dilarang karena dapat membahayakan, seperti mengganggu orang yang sesat, orang yang sedang membaca Al-Qur’an, atau orang yang sedang tidur. Tidak boleh mengganggu jama’ah meskipun terhadap orang yang fasik karena kefasikan seseorang tidak diketahui oleh orang lain selain dirinya sendiri.
Pendapat yang melarang perbuatan tersebut memang jelas, namun ada perbedaan pendapat dengan kitab al-Majmu’ dan kitab lainnya. Tidak diharamkan jika gangguannya tidak terlalu mengganggu secara keseluruhan.
Dalam konteks ini, penting untuk selalu menjaga tata tertib dan kenyamanan saat menjalankan ibadah agar ibadah yang dilakukan dapat lebih khusyuk dan menjauhkan dari perbuatan yang dapat mengganggu kekhusyukan jama’ah.