Terkadang, dalam euforia kemenangan, para pemain sepak bola menunjukkan berbagai tingkah laku yang unik. Mulai dari melepas kaos hingga menari kegirangan, semua itu menjadi bagian dari ekspresi kebahagiaan mereka. Reaksi positif dari rekan tim, supporter yang bersorak, dan pelatih yang jingkrak turut memperkuat momen tersebut.
Wasit sendiri pun memahami bahwa tingkah laku semacam itu hanya sesaat sebelum kembali ke jalannya permainan. Namun, jika wasit ikut melompat-lompat gembira, hal tersebut dapat menimbulkan kecurigaan dari pihak lawan.
Hal serupa juga terjadi di masa Rasulullah SAW. Kisah sahabat Ja‘far bin Abi Thalib RA yang menari dengan gembira ketika mendapat pujian dari Rasulullah SAW menjadi bukti bahwa manusia cenderung mengekspresikan perasaannya di luar kebiasaan sehari-hari dalam momen tertentu.
Bahkan, dalam karya Al-Fatawi Al-Haditsiyah, Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami menceritakan tentang tarian sufi sebagai bentuk ekspresi kegembiraan yang diakui dan diterima. Hadits mengenai Ja‘far bin Abi Thalib RA yang menari di hadapan Rasulullah SAW sebagai respons atas pujian Beliau SAW menunjukkan bahwa tarian sebagai ekspresi perasaan dapat diterima dalam konteks yang tepat.
Sebagai manusia yang memiliki beragam perasaan, tarian sufi ketika dilakukan dengan penuh kegembiraan dan tanpa menimbulkan keributan dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya. Dalam konteks keagamaan, ekspresi perasaan melalui tarian dapat menjadi bagian dari upaya untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta.