Zaman yang terus berkembang dan era globalisasi membawa tantangan yang semakin kompleks. Salah satu dampaknya adalah kaburnya batas-batas antara laki-laki dan perempuan. Fenomena ini tidak hanya sekadar menembus ruang dan waktu, melainkan juga mempermainkan identitas gender secara signifikan. Ironisnya, pengaburan identitas gender ini seringkali diterima sebagai hal yang biasa dan bahkan dipertahankan oleh sebagian orang.

Dalam perspektif agama Islam, Rasulullah saw telah dengan tegas melarang empat hal yang berkaitan dengan identitas gender yang kabur dan menyimpang. Hadits yang menjelaskan larangan tersebut menyebutkan tentang hukuman dan kutukan bagi mereka yang menyerupai lawan jenis. Mereka yang menyerupai perempuan diharamkan, begitu pula sebaliknya. Bujangan yang menolak untuk menikah serta perawan yang tidak berniat menikah juga termasuk dalam larangan tersebut.

Penggunaan istilah “banci” dalam hadits tersebut mengacu pada orang-orang yang secara jelas menyerupai lawan jenisnya baik dari segi penampilan maupun perilaku. Hal ini menunjukkan bahwa Islam menegaskan tentang pentingnya mempertahankan identitas gender sesuai fitrahnya. Menikah pun dianggap sebagai sunnah yang dianjurkan dalam agama.

Sebagai umat Muslim, kita perlu menyadari bahwa budaya populer dan kemajuan teknologi seringkali memberikan pengaruh yang besar terhadap pemahaman agama dan hukum Islam. Media dan teknologi informasi telah menjadi kekuatan besar yang dapat mengubah norma-norma Islam demi kepentingan komersial semata. Hal-hal yang sebelumnya dianggap menyimpang tiba-tiba dipresentasikan sebagai sesuatu yang benar, sehingga membuat kita meragukan kebenaran nilai-nilai agama.

Dalam menghadapi fenomena ini, penting bagi kita untuk selalu menguatkan akidah dan pemahaman terhadap ajaran Islam agar tidak terpengaruh oleh arus globalisasi yang dapat merusak identitas gender sesuai dengan ajaran agama.