Shalat hajat dan shalat tahajjud seringkali dipahami sebagai dua jenis shalat yang berbeda, terutama dalam konteks waktu pelaksanaannya. Namun, sebenarnya ada kekurangan dalam pemahaman ini.
Shalat hajat termasuk dalam kategori shalat sunnah yang dilakukan karena alasan tertentu, seperti shalat minta hujan, shalat istikharah, shalat gerhana, dan shalat jenazah. Shalat ini boleh dilakukan ketika ada kebutuhan yang mendesak, tanpa terikat pada waktu tertentu. Sebaliknya, shalat tahajjud adalah shalat sunnah yang harus dilakukan pada waktu-waktu tertentu, seperti shalat dhuha, isyraq, dan zawal.
Imam Ghazali menjelaskan bahwa shalat hajat dapat dilakukan kapan saja seseorang membutuhkannya tanpa harus menunggu malam. Ini berbeda dengan shalat tahajjud yang memang harus dilakukan di tengah malam setelah tidur. Namun, terdapat pengecualian untuk shalat tahajjud jika dilakukan karena alasan tertentu seperti hajat atau istikharah.
Dalam fiqih, menggabungkan dua ibadah dalam satu pelaksanaan seperti shalat hajat dan tahajjud dianggap sah. Hal ini menunjukkan fleksibilitas dalam menjalankan ibadah sesuai kebutuhan dan kondisi masing-masing individu.
Meskipun demikian, disarankan untuk melaksanakan shalat tahajjud pada sepertiga malam terakhir karena pada saat itu doa lebih mustajab. Dengan demikian, penting bagi umat Islam untuk memahami perbedaan antara shalat hajat dan tahajjud serta waktu pelaksanaannya agar ibadah yang dilakukan menjadi lebih bermakna.