Peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan salah satu momen penting dalam kehidupan Rasulullah SAW yang sarat akan makna spiritual. Isra’ menggambarkan perjalanan malam Rasulullah dari Makkah ke Baitul Maqdis, sementara Mi’raj menandai perjalanan ruhani dan fisik Rasulullah menuju langit.
Dalam perjalanannya, Rasulullah saw mengalami Mi’raj dengan menaiki tangga emas indah dari surga firdaus. Tangga ini menjadi penghubung antara alam dunia dan alam langit, melalui pintu hafadhah yang terbuat dari emas dan dikunci dengan asma Allah al-A’dhzam.
Pintu ini dijaga oleh Malaikat Ismail, yang hanya turun ke bumi untuk menjemput ruh Rasulullah saat wafat kelak. Dibukanya pintu ini membawa Rasulullah dan Jibril bertemu dengan Nabi Adam as, sebagai Abul Basyar (bapak manusia). Nabi Adam menyambut dengan kehangatan, menunjukkan sukacita dan kesedihan atas keturunannya yang taat dan sesat.
Pertemuan antara Rasulullah SAW dan Nabi Adam as dalam Mi’raj mengandung makna mendalam. Manusia dipandang sebagai makhluq yang lemah namun diberi kemurahan Allah untuk hidup. Kesadaran akan posisi manusia sebagai ciptaan Allah yang lemah harus mengingatkan untuk selalu mengikuti petunjuk-Nya.
Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa mengenal dirinya, pasti ia dapat mengenal Tuhannya.” Pesan ini mengingatkan bahwa pemahaman diri yang baik akan membawa manusia menuju kehidupan yang benar, disertai dengan kesadaran akan rahmat Allah yang senantiasa melimpahkan anugerah-Nya kepada manusia.