Dalam Islam, terdapat empat hukum yang memiliki konsekuensi masing-masing, kecuali hukum mubah. Pahala diberikan kepada mereka yang melaksanakan hukum wajib serta meninggalkan hal-hal makruh dan haram. Sebaliknya, ancaman sanksi berlaku bagi mereka yang melanggar hukum wajib dan melakukan hal-hal yang haram. Hukum mubah seakan tidak memiliki konsekuensi, baik sanksi bagi yang meninggalkannya maupun pahala bagi yang melaksanakannya.
Lalu, apa sebenarnya fungsi dari hukum mubah jika tidak mengandung konsekuensi? Ali Al-Khawwash memberikan penjelasan mengenai hikmah hukum mubah. Ia menyatakan bahwa Allah tidak menjadikan mubah kecuali sebagai bentuk kesempatan untuk beristirahat bagi umat manusia dari beban kewajiban. Allah telah menanamkan rasa jenuh dalam diri anak-cucu Nabi Adam terhadap pelaksanaan perintah agama. Seandainya Allah tidak memberikan rasa bosan tersebut, maka pasti Allah tidak mensyariatkan hukum mubah kepada mereka, sebagaimana yang dilakukan kepada para malaikat yang tidak merasakan bosan dalam beribadah kepada-Nya, selalu bertasbih sepanjang siang dan malam.
Oleh karena itu, posisi mubah dalam pandangan seorang sufi besar seperti Ali Al-Khawwash dianggap sebagai kesempatan bagi umat manusia untuk beristirahat dalam beribadah kepada Allah. Meskipun demikian, Ali Al-Khawwash seringkali menghindari hal-hal mubah karena ia percaya bahwa perkara mubah dapat menjauhkan seseorang dari Allah. Istirahat dari ibadah bisa mengakibatkan kelalaian, terlebih lagi jika disebabkan oleh rasa bosan terhadap-Nya.