Orang-orang yang bertaklid dan pelaku tarekat sering kali dianggap sebagai simbol kejumudan. Mereka menanggung berbagai beban di dunia, cenderung statis, berjalan di tempat, bahkan mundur, menjadi simbol antitesis kemajuan, ketinggalan zaman, dan akrab dengan kemiskinan. Meskipun demikian, jumlah mereka terus bertambah, karena pilihan ini berdasarkan hasil ijtihad. Tanpa menutup peluang untuk berijtihad dan memasang cita-cita yang tinggi, mereka memandang taklid dan tarekat sebagai kemaslahatan yang signifikan. Banyak dari mereka yang bertaklid dan bertarekat tercatat sebagai bintang pelajar di berbagai bidang pengetahuan.
Salah satu contoh dari kejeniusan mereka adalah Syekh Abdul Wahab bin Ahmad Al-Ansori, yang dikenal sebagai As-Sya’roni dalam kitab Al-Mizanul Kubro. Dalam kitab tersebut, dinyatakan bahwa para imam fiqih dan sufi memberikan syafa’at kepada para pengikut mereka. Mereka memperhatikan setiap pengikut saat ruh mereka dicabut, ketika ditanya oleh malaikat Munkar dan Nakir, serta pada saat kebangkitan dari kubur, pengumpulan, hisab, mizan, dan perjalanan di shirat. Mereka tidak melalaikan pengikutnya di setiap fase kehidupan.
Seorang yang saleh pernah bermimpi menanyakan Syekh Nashiruddin Al-Laqqani, seorang imam bermazhab Maliki, mengenai situasi di kubur. Dalam ceritanya, ketika malaikat Munkar dan Nakir hendak mengajukan pertanyaan, Imam Malik hadir untuk memberikan bimbingan tentang jawaban yang diperlukan. Setelah itu, ia meminta kedua malaikat tersebut untuk meninggalkan kubur Al-Laqqani, dan mereka pun melakukannya.
Jika para syeikh sufi memperhatikan pengikut dan murid mereka dalam situasi sulit di dunia dan akhirat, tentu hal ini juga berlaku bagi para imam mujtahid mazhab yang merupakan pilar agama. Mereka adalah orang-orang pilihan yang diamanahkan oleh Rasulullah SAW untuk umatnya. Dengan demikian, bersukacitalah dan berbahagialah dalam bertaklid kepada salah seorang mujtahid yang Anda pilih. Wallahu a’lam.