Bulan Muharram segera tiba, menandai pergantian tahun. Ini adalah saat yang tepat untuk melakukan muhasabah, merenungkan segala dosa yang telah dilakukan sepanjang tahun lalu dan bertekad untuk tidak mengulanginya. Selain itu, kita juga patut bersyukur kepada Allah SWT yang masih memberikan umur panjang hingga saat ini. Penting untuk memastikan bahwa amal ibadah kita di masa mendatang tidak lebih buruk dari hari-hari sebelumnya.
Dalam semangat muhasabah dan syukur ini, banyak orang melaksanakan berbagai bentuk ibadah. Salah satunya adalah berpuasa pada hari terakhir tahun dan hari pertama tahun baru. Oleh karena itu, ulama salaf di Jawa menyebut puasa dua hari ini sebagai puasa “tutup kendang”.
Terkait puasa “tutup kendang” ini, terdapat berbagai perdebatan, baik karena dalil yang lemah maupun anggapan bahwa praktik ini bid’ah. Namun, selama puasa tersebut dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam proses muhasabah, maka hal itu termasuk amal saleh. Bukankah lebih baik berpuasa dan bermuhasabah daripada membiarkan waktu berlalu tanpa makna? Terlebih lagi, jika puasa ini memiliki dasar dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
من صام آخر يوم من ذي الحجة، وأول يوم من المحرم فقد ختم السنة الماضية بصوم، وافتتح السنة المستقبلة بصوم، جعل الله له كفارة خمسين سنة
“Barang siapa yang berpuasa sehari pada akhir tahun dari bulan Dzulhijjah dan puasa sehari pada awal bulan Muharram, maka ia telah menutup tahun yang lalu dengan puasa dan membuka tahun yang akan datang dengan puasa. Allah Ta’ala menjadikan kaffarah/terlebur dosanya selama 50 tahun.”
Inilah pahala yang dijanjikan oleh Allah SWT bagi mereka yang berpuasa satu hari di penghujung tahun dan satu hari di awal tahun. Tentunya, hal ini berkaitan erat dengan fadhilah bulan Muharram, yang akan dijelaskan lebih lanjut dalam tulisan-tulisan berikutnya.