Pelaksanaan penyembelihan hewan qurban telah diatur dengan jelas dalam syariat Islam, mencakup waktu, tempat, jenis hewan yang disembelih, serta pembagian daging kurban. Semua ini telah dijelaskan oleh para ulama fiqih terdahulu. Salah satu syarat penting yang harus diperhatikan adalah keabsahan hewan qurban, yang harus terbebas dari cacat atau aib. Cacat ini bisa mengurangi kesempurnaan pelaksanaan ibadah kurban.
Dalam hadis, terdapat empat cacat yang disebutkan, yaitu:
- ‘Aura’ (buta sebelah) yang terlihat jelas.
- ‘Arja’ (pincang) yang terlihat jelas.
- Maridhah (sakit) yang terlihat jelas.
- ‘Ajfa’ (kekurangan berat badan) yang menyebabkan sungsum hilang.
Apabila hewan qurban memiliki salah satu atau lebih dari empat cacat ini, maka hewan tersebut tidak sah untuk dijadikan sebagai hewan kurban karena tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh syariat Islam.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Bara’ bin ‘Azib, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah ditanya tentang hal-hal yang harus dijauhi untuk hewan kurban. Beliau menjawab dengan menandakan empat cacat tersebut. Dalam hadis lain disebutkan:
“(Empat perkara tersebut adalah) hewan yang jelas pincang kakinya, hewan yang jelas buta sebelah, hewan yang sakit dan hewan yang kurus tak bersumsum.” (H.R. Malik)
Oleh karena itu, seseorang yang akan berkurban sebaiknya memilih hewan dengan kondisi fisik yang sehat, tidak sakit, tidak pincang, tidak buta sebelah, dan tidak kurus tak bersumsum. Hal ini penting karena cacat-cacat tersebut dapat mengurangi jumlah daging pada hewan kurban.
Selain empat cacat di atas, sebagian ulama juga menambahkan bahwa hewan yang anggota tubuhnya terpotong, seperti telinga atau ekor, tidak sah untuk dijadikan kurban. Namun, hewan yang patah tanduknya atau hewan yang belum tumbuh tanduknya tetap diperbolehkan untuk berkurban, karena kondisi tersebut tidak mempengaruhi daging hewan. Sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Kifayatul Akhyar:
“Cukuplah berkurban dengan hewan yang patah tanduknya, begitu juga hewan yang belum tumbuh atau tidak bertanduk, karena hal itu tidaklah berpengaruh pada daging hewan kurban, seperti halnya bulu.”
Dengan memahami syarat-syarat ini, diharapkan pelaksanaan ibadah kurban dapat dilakukan dengan baik dan benar sesuai dengan tuntunan syariat Islam.