Shalat tambahan, atau yang sering disebut shalat nawafil, memiliki peran penting selain dari shalat fardhu lima waktu. Dalam kajian yang lebih mendalam, shalat nawafil ini terdiri dari tiga tingkatan, yaitu sunnah, mustahab, dan tathawwu’.
Shalat sunnah merujuk pada shalat yang secara langsung dinukil dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dilakukan secara konsisten. Contoh dari shalat sunnah ini antara lain shalat rawatib, yang mengiringi shalat fardhu (shalat sunnah qabliyah dan shalat sunnah ba’diyah), shalat dhuha, shalat tahajjud, dan shalat witir.
Sementara itu, shalat mustahab adalah shalat yang keutamaannya dijelaskan dalam hadits, meskipun tidak ada catatan bahwa Rasulullah melaksanakannya secara terus-menerus. Contohnya termasuk shalat sebelum keluar dari rumah, shalat setelah kembali dari bepergian, serta shalat pada malam dan hari tertentu seperti shalat sunnah malam Ahad dan shalat sunnah hari Senin.
Sedangkan shalat tathawwu’ mencakup semua shalat yang tidak termasuk dalam dua kategori sebelumnya. Ini adalah shalat yang tidak ada keterangan dalam hadits maupun atsar, namun dilakukan oleh seorang hamba sebagai bentuk munajat kepada Allah swt. Biasanya, ini adalah ungkapan ketulusan seorang hamba yang ingin mendekatkan diri kepada-Nya.
Ketiga kategori ini merupakan panduan teoritis. Menurut Imam Ghazali, kesalahan dalam penyebutan tidaklah menjadi masalah selama pemahaman mengenai shalat tersebut terjaga dengan baik.