Manusia dilarang mengonsumsi segala bentuk benda najis, yang mencakup segala sesuatu yang keluar dari kemaluan depan dan belakang, baik milik manusia maupun hewan. Selain benda najis, keharaman juga meliputi benda-benda kotor. Manusia diharamkan untuk mengonsumsi benda kotor, serta segala sesuatu yang dapat membahayakan kesehatan fisik.
Ketentuan syariat ini jelas diatur dalam kitab fikih, dengan tujuan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, baik secara lahiriah maupun batiniah. Salah satu bentuk kemaslahatan yang dapat diperoleh adalah dengan mengonsumsi liur atau ingus orang-orang saleh. Baik dewasa maupun anak-anak dapat mengonsumsinya dengan niat mengejar keberkahan dari para wali.
Sebagaimana dinyatakan oleh Syekh M Nawawi Banten dalam kitab Tausyih Alabni Abi Qasim, “Sesungguhnya boleh memakannya (liur atau ingus) karena mengejar keberkahan dengannya.” Oleh karena itu, seringkali masyarakat meminta orang-orang saleh untuk mengunyah makanan terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam mulut bayi atau anak balita mereka.
Di kalangan santri di Jakarta, sudah menjadi kebiasaan untuk menyediakan air minum dari kiai mereka dengan gelas besar saat mengajar. Setelah mengajar, sisa air di gelas tersebut diminum secara bergantian oleh para santri. Praktik-praktik ini menunjukkan betapa pentingnya keberkahan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai syariat.