Kejadian bom bunuh diri di Poso kembali mengguncang Indonesia, mengejutkan kita semua. Tak terbayangkan bahwa di negara yang damai ini, tindakan kekerasan dan teror seperti itu masih bisa terjadi. Mengingat panjangnya sejarah bangsa Indonesia, seharusnya kita telah mencapai kedewasaan dalam menyikapi berbagai masalah yang ada. Namun, fakta menunjukkan sebaliknya; tindakan bom bunuh diri ini menjadi cerminan kurangnya kematangan bangsa kita dalam mencari solusi.
Kejadian serupa sangat merugikan bangsa dan negara, terutama dalam konteks ekonomi dan investasi yang tengah berusaha menarik kepercayaan dari dunia internasional. Apa pun alasannya, tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan, baik dari sudut pandang moral maupun hukum syariat.
Dalam Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Pondok Gede pada tahun 2002, bahasan mengenai hukum bunuh diri (intihar) menegaskan bahwa bom bunuh diri yang dilakukan oleh teroris tidak akan mengantarkan mereka kepada status syuhada. Hal ini disebabkan oleh motivasi mereka yang berakar pada frustasi dan putus asa dalam menghadapi kehidupan. Bunuh diri dalam Islam diharamkan dan dianggap sebagai dosa besar. Namun, pengorbanan jiwa dalam melawan kezaliman bisa dibenarkan jika memenuhi tiga syarat: niat tulus untuk melindungi hak-hak dasar, diyakini tidak ada cara lain yang lebih efektif, dan sasaran yang diincar adalah pelaku kezaliman itu sendiri.
Melihat situasi di Poso dan berbagai teror lainnya, jelas bahwa tindakan tersebut jauh dari syarat-syarat syahadah. Bom bunuh diri tersebut justru mencelakai diri sendiri dan melanggar hak asasi manusia. Masih banyak jalan keluar yang bisa ditempuh untuk menyelesaikan masalah tanpa harus resort ke kekerasan.
Keputusan ini didasarkan pada berbagai referensi yang menjelaskan bahwa bunuh diri dalam konteks perang diperbolehkan, tetapi bukan dalam keadaan damai. Al-Qurthubi menyampaikan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai keberanian seseorang menyerang musuh sendirian. Jika ia memiliki kekuatan dan niat yang tulus karena Allah, maka diperbolehkan. Namun, jika tidak memiliki kekuatan, itu termasuk tindakan bunuh diri.
Seorang ulama menyebutkan bahwa jika seseorang menyerang musuh yang jauh lebih banyak dan tidak memiliki harapan selamat, maka hal itu bisa dianggap sebagai tindakan yang merugikan diri sendiri. Namun, jika tujuannya adalah untuk menimbulkan keberanian atau menakut-nakuti musuh, maka tindakan tersebut bisa dibenarkan.
Penting untuk diingat bahwa pengorbanan jiwa haruslah memiliki tujuan yang jelas dan bukan berdasarkan putus asa. Hukum ini seharusnya diterapkan dalam konteks amar ma’ruf nahi munkar; jika seseorang berkorban demi agama dan kebaikan masyarakat, maka ia berada di posisi terhormat dalam syahid.
Dengan demikian, kita harus terus berupaya mencari solusi damai terhadap konflik yang ada, dengan mengedepankan dialog dan kompromi daripada kekerasan. Kejadian bom bunuh diri di Poso adalah panggilan bagi kita semua untuk merenung dan berusaha menjadi bangsa yang lebih baik.