Derasnya kemajuan teknologi informasi seharusnya diimbangi dengan sikap yang bijaksana, baik dalam pergaulan maupun dalam masalah peribadatan. Kemajuan teknologi ini membawa dampak positif dan negatif. Seringkali, manfaatnya terlihat sangat besar, tetapi tidak jarang juga menghadirkan masalah yang lebih besar. Peran keduanya sangat subjektif, tergantung pada penggunaannya oleh manusia.
Kemajuan teknologi informasi, sebagai syarat globalisasi, tidak dapat dihindari. Masyarakat Muslim pun sebagai bagian dari masyarakat global ikut merasakan dampaknya. Salah satu contoh sederhana adalah bagaimana kita sering merasa kaget dan risih ketika nada panggil berbunyi di tengah jamaah shalat, meskipun di dinding masjid sudah terpasang tulisan “HP harap dimatikan” atau berbagai penanda yang menunjukkan larangan membawa atau mengaktifkan HP di masjid.
Bagaimana fiqih menyikapi kenyataan ini? Dalam konteks fiqih, masalah semacam ini dikenal dengan istilah tayswisy, yaitu berbagai macam tindakan yang mengganggu atau menimbulkan keraguan bagi orang-orang di sekitarnya. Biasanya, hukum terhadap tindakan tayswisy ini akan diklarifikasi lebih lanjut.
Apabila tindakan tersebut mengganggu ibadah orang-orang di sekitarnya, maka hukumnya adalah makruh. Namun, jika tidak mengganggu orang lain, maka hukumnya diperbolehkan, dengan catatan bahwa bentuk tayswisy tersebut adalah bacaan Al-Qur’an, tasbih, atau dzikir, seperti yang dijelaskan oleh Ba’lawi al-Hadrami dalam Bughyatul Mustarsyidin.
Jika orang berkumpul dan membaca Al-Qur’an di dalam masjid dengan suara keras, dan bacaan itu membuat sebagian orang merasa nyaman tetapi juga mengganggu sebagian lainnya, maka apabila unsur manfaat dari bacaan Al-Qur’an tersebut lebih besar (karena mendengarkan Al-Qur’an memiliki pahala) daripada mudharatnya, maka bacaan tersebut lebih utama. Namun, jika mudharatnya lebih banyak, maka hukumnya adalah makruh.
Pendapat al-Turmusi lebih tegas lagi, yang mengharamkan tayswisy jika memang terbukti mengganggu orang lain, meskipun tindakan tersebut adalah shalat. Haram bagi seseorang untuk bersuara keras, baik dalam shalat maupun dalam kegiatan lainnya, jika itu mengganggu orang lain yang sedang shalat atau membaca Al-Qur’an, bahkan mengganggu orang yang tidur sekalipun.
Lantas bagaimana jika tayswisy itu berasal dari bunyi dering HP atau suara orang berkomunikasi melalui HP di dalam masjid? Mengacu pada dua nash di atas, jelas hukumnya haram, baik mengganggu maupun tidak. Bentuk tayswisy tersebut tidak mengandung ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Apalagi jika mempertimbangkan etika dalam masjid yang merupakan ruang untuk berdzikir kepada Allah SWT dan bukan untuk hal-hal lain.