Dua rakaat sebelum shalat subuh sangat dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Nilai dari dua rakaat ini, sesuai dengan pesan Rasulullah, lebih baik dari jagad seisinya. Dalam hadits disebutkan, “ركعتا الفجر خير من الدنيا وما فيها,” yang berarti dua rakaat shalat fajar lebih baik dari dunia seisinya.
Berbagai istilah digunakan untuk menyebut dua rakaat sebelum subuh. Dari redaksi hadits tersebut, sebagian ulama menyebutnya sebagai shalat sunnah fajar. Ada juga yang menamainya shalat sunnah subuh karena dilakukan sebelum shalat subuh. Beberapa menyebutnya shalat sunnah barad, mungkin karena dilaksanakan pada waktu pagi yang masih dingin. Ada pula yang menamakan shalat sunnah ghadat, yaitu shalat sunnah yang dilakukan pagi-pagi sekali.
Dalam kitab Nihayatuz Zain, Syaikh Nawawi memperbolehkan niat untuk shalat dua rakaat subuh dengan berbagai istilah tersebut. Misalnya, “Ushalli sunnatal fajri rok’ataini ada’an lillahi ta’ala” atau “Ushalli sunnatal barodi rok’ataini ada’an lillahi ta’ala.” Pilihan yang lebih lengkap adalah:
اُصَلِّيْ سُنَّةَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ اَدَاءً لِلَّهِ تَعَالَى
Selain itu, penting untuk tidak berlama-lama dalam shalat ini, mengingat bahwa statusnya adalah shalat sunnah, meskipun nilainya lebih berharga daripada dunia seisinya.
Kebergegasannya dalam dua rakaat ini adalah untuk mengikuti sunnah Rasulullah SAW, yang cukup membaca surat Al-Kafirun di rakaat pertama (setelah Al-Fatihah) dan Al-Ikhlas di rakaat kedua. Alternatif lainnya adalah membaca Al-Insyirah di rakaat pertama dan Al-Fiil di rakaat kedua.
Secara praktis, dalam Nihayatuz Zain juga terdapat anjuran untuk membaca wirid khusus setelah dua rakaat sambil menunggu shalat subuh. Bacaan tersebut meliputi: (1) Ya Hayyu Ya Qayyum La Ilaha Illa anta, 40 kali; (2) Surat Al-Ikhlas, 11 kali; (3) Surat Al-Falaq, 1 kali; (4) Surat An-Nas, 1 kali; dan (5) Subhanallah wa Bihamdihi, Subhanallahil Adhim, Asytaghfirullah sebanyak 100 kali.
Demikianlah penjelasan mengenai dua rakaat sebelum shalat subuh yang menurut sebagian ulama dikategorikan sebagai rawatib, sebagaimana shalat qabliyah lainnya yang dilaksanakan sebelum shalat subuh.