Kebiasaan lelaki sangat beragam, mulai dari menikmati kopi, merokok, berburu, hingga memancing, baik memancing ikan maupun merayu perempuan. Tradisi kita sering kali menilai kaum lelaki berdasarkan berbagai pepatah yang telah diciptakan. Ungkapan seperti hidung belang, mata keranjang, buaya darat, keong racun, dan bandot tua mencerminkan pandangan masyarakat terhadap mereka. Meskipun tidak semua ungkapan tersebut sepenuhnya benar, ada beberapa kejadian yang dapat mendukungnya.
Kita sering mendengar cerita tentang betapa mudahnya lelaki tertarik pada perempuan. Ketertarikan ini mungkin tidak menjadi masalah jika terjadi pada seorang perjaka. Namun, ketika hal ini terjadi pada seorang bapak-bapak yang telah ber-cucu, ungkapan ‘tua-tua keladi’ sering kali muncul. Meskipun dalam Islam poligami tidak dilarang, norma dan nilai kepantasan harus tetap menjadi pedoman.
Sayangnya, usaha lelaki untuk menarik perhatian perempuan sering kali tidak diimbangi dengan pengetahuan yang memadai. Akibatnya, banyak bapak-bapak yang mengaku sebagai perjaka atau belum beristri demi menarik hati perempuan, meskipun tujuan tersebut hanya untuk kepentingan sesaat. Tindakan ini dapat memiliki konsekuensi jangka panjang.
Ucapan dan pengakuan tersebut, meskipun disampaikan dengan gurauan, bisa menimbulkan niat perceraian dalam hati. Hal ini dianggap sebagai pernyataan cerai yang tidak langsung (kinayah talaq). Menurut Imam Abu Ishaq al-Syirazi dalam al-Muhadzab, jika seseorang ditanya apakah ia beristri dan menjawab “tidak”, maka jika tidak ada niat untuk bercerai, istrinya tidak akan tertalaq karena ucapan tersebut tidak jelas mengacu pada perceraian. Namun jika ada niat talaq, maka talak pun jatuh karena ucapan tersebut bisa diartikan sebagai perceraian.
Oleh karena itu, lelaki perlu berhati-hati dalam berbicara dan merayu, terutama saat bergurau dengan perempuan. Hal ini penting karena dalam konteks perceraian, gurauan pun bisa bermakna serius.