Ketika seorang Muslim meninggal dunia, menjadi kewajiban bagi orang-orang yang ditinggalkan untuk mengurus berbagai hal terkait jenazah, mulai dari persiapan penguburan, pengkafanan, hingga melaksanakan shalat jenazah. Tindakan ini merupakan tuntunan syariat yang telah menjadi tradisi di masyarakat.
Salah satu rangkaian urusan jenazah adalah ibro’, yang dilakukan sebelum mayyit diberangkatkan ke pemakaman. Ibro’ merupakan permohonan maaf dan penyelesaian utang piutang dari keluarga yang ditinggalkan kepada masyarakat, keluarga, atau sanak saudara. Dalam ibro’ juga terdapat isyhad, yaitu kesaksian terhadap mayyit. Praktiknya, isyhad biasanya dipimpin oleh seorang imam yang menanyakan dengan suara lantang, “Apakah si A (mayyit) ini orang baik?” Jamaah dan hadirin akan serentak menjawab “baik”, dan tradisi ini diulang hingga tiga kali. Hal ini berdasarkan hadis Rasulullah yang menerangkan bahwa kesaksian orang Muslim atas kebaikan saudaranya dapat menjadi faktor pendukung menuju surga.
Rasulullah bersabda: “Setiap Muslim yang disaksikan sebagai orang baik oleh empat orang, Allah akan memasukkannya ke surga. Kami (para sahabat) bertanya, ‘Kalau disaksikan tiga orang ya Rasul?’ Rasul menjawab, ‘Ya, tiga orang juga (akan masuk surga).’ Kami bertanya lagi, ‘Kalau disaksikan dua orang ya Rasul?’ Rasul menjawab, ‘Ya, dua orang juga (akan masuk surga).’ Dan kami tidak menanyakan mengenai kesaksian satu orang.”
Isyhad secara filosofis merupakan usaha untuk mengingatkan kebaikan-kebaikan mayyit selama hidupnya agar dikenang oleh mereka yang ditinggalkan. Selain itu, isyhad memberikan optimisme kepada keluarga bahwa kebaikan mayyit menjadi modal tersendiri dalam menghadapi alam kematian.
Bahkan dalam kitab Al-Adzkar, Imam Nawawi menganjurkan untuk menyebutkan kebaikan-kebaikan mayyit dan memujinya. Dalam Fathul Wahhab juga terdapat anjuran yang berdasarkan hadis riwayat Ibnu Hibban dan Hakim yang menyatakan, “Sebutlah kebaikan seseorang yang meninggal dunia dan hindari membuka aibnya.”
Dengan demikian, tradisi yang tampak sebagai kebiasaan di sekitar kita ternyata memiliki dasar hukum dalam syariat. Apabila diniati dengan benar, semua tindakan ini memiliki nilai ibadah.