- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Puasa dan Teguran Allah

Google Search Widget

Tidak semua orang dapat menjalani puasa dengan lancar. Seringkali, godaan dan cobaan datang silih berganti, salah satunya adalah nafsu bersetubuh yang sangat kuat, terutama ketika waktu maghrib masih jauh. Jika situasi ini tidak dapat dihindari, maka tebusan atas kesalahan tersebut harus segera dipersiapkan. Hal ini tercermin dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.

Dalam hadits tersebut diceritakan bahwa pada suatu ketika, seorang lelaki datang kepada Rasulullah SAW sambil mengeluh, “Wahai Rasulullah, celakalah aku.” Ketika Rasulullah SAW menanyakan apa yang terjadi, lelaki itu menjelaskan bahwa ia telah berhubungan badan dengan istrinya padahal ia sedang berpuasa. Rasulullah SAW kemudian menanyakan apakah ia mampu membebaskan seorang budak sebagai tebusan. Ia menjawab tidak. Selanjutnya, Rasulullah SAW menanyakan apakah ia bisa berpuasa dua bulan berturut-turut, dan ia kembali menjawab tidak. Terakhir, Rasulullah SAW menanyakan apakah ia dapat memberi makan enam puluh orang miskin, dan jawabannya tetap tidak.

Setelah sejenak termenung, datanglah sekeranjang penuh kurma di hadapan Nabi. Nabi bertanya kepada lelaki itu, “Siapa yang bertanya tadi?” Lelaki tersebut menjawab, “Aku di sini.” Nabi Muhammad SAW kemudian bersabda, “Ambillah ini dan sedekahkanlah.” Lelaki itu merasa ragu dan bertanya, “Haruskah kusedekahkan kepada orang yang lebih miskin dariku? Demi Allah, tidak ada keluarga di antara dua gunung ini (Madinah) yang lebih miskin daripadaku.” Nabi Muhammad SAW tersenyum hingga tampak gigi serinya dan berkata, “Berikanlah makanan ini kepada keluargamu.”

Kaffarah (tebusan) bagi pelanggaran puasa yang berupa hubungan seksual ada tiga jenis yang harus dilakukan sesuai urutan: pertama, memerdekakan budak; kedua, puasa dua bulan berturut-turut; dan ketiga, memberi makanan kepada enam puluh orang fakir miskin dengan masing-masing satu mud (60 ons) bahan makanan pokok.

Dalam konteks zaman sekarang, tebusan pertama tidak mungkin dilaksanakan karena perbudakan sudah tidak ada. Oleh karena itu, tebusan kedua harus dilakukan kecuali ada halangan yang dibenarkan oleh syariat. Jika tidak memungkinkan, tebusan terakhir adalah memberikan enam puluh paket makanan pokok seberat 60 ons masing-masing.

Namun demikian, seringkali orang-orang yang memahami hukum berusaha menghindari ketiga jenis tebusan tersebut dengan cara membatalkan puasa terlebih dahulu (baik dengan makan atau minum) sebelum melakukan hubungan seksual. Mereka berharap dapat terhindar dari kaffarah yang harus ditanggung. Akan tetapi, mereka perlu ingat bahwa hadits riwayat Imam Turmudzi menyatakan bahwa barangsiapa meninggalkan atau membatalkan puasa Ramadhan tanpa alasan yang meringankan dan bukan karena sakit, maka puasa sepanjang masa tidak akan cukup baginya.

Apakah Anda akan mencoba bermain akal-akalan dengan hukum Allah? Sejauh mana kecerdikan Anda dalam menghadapi ketentuan-Nya? Bukankah dalam salah satu ayat-Nya ditegaskan bahwa Allah adalah sebaik-baik perencana?

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

February 6

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?