Kemajuan teknologi dan informasi telah membawa perubahan signifikan dalam pola kehidupan masyarakat, terutama melalui internet. Hal ini memengaruhi cara orang berinteraksi dan melakukan transaksi bisnis, yang kini beralih dari paradigma konvensional ke paradigma elektronik, dikenal dengan istilah E-Commerce. Kontrak elektronik merupakan perjanjian antara para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik, tidak hanya terbatas pada internet, tetapi juga dapat dilakukan melalui facsimile, telegram, telex, dan telepon.
Namun, dalam praktiknya, kontrak elektronik sering kali mengabaikan rukun jual beli seperti sighat, ijab qabul, serta syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pembeli dan penjual. Selain itu, masih ada pertanyaan mengenai keamanan proses transaksi, identifikasi pihak yang berkontrak, serta masalah pembayaran dan ganti rugi akibat kerusakan. Bahkan, akad nikah juga kini dapat dilaksanakan menggunakan telepon atau Cybernet, seperti yang terjadi di Arab Saudi.
Pertanyaan yang muncul adalah bagaimana hukum transaksi melalui media elektronik seperti telepon, e-mail, atau Cybernet dalam akad jual beli dan akad nikah? Apakah pelaksanaan akad jual beli dan akad nikah yang dilakukan di majlis terpisah sah atau tidak?
Hukum akad jual beli melalui alat elektronik sah, asalkan sebelum transaksi kedua belah pihak telah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah menjelaskan sifat dan jenisnya serta memenuhi syarat dan rukun jual beli lainnya. Ini sesuai dengan pendapat Muhammad Ibn Syihabuddin al-Ramli dalam “Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj”.
Namun, untuk akad nikah melalui media elektronik dianggap tidak sah. Ada beberapa alasan untuk ini: (a) kedua saksi tidak dapat melihat dan mendengar langsung pelaksanaan akad; (b) saksi tidak hadir di majlis akad; (c) dalam akad nikah disyaratkan lafal yang sharih (jelas), sedangkan akad melalui alat elektronik tergolong kinayah (samar). Pelaksanaan akad nikah yang berada di majlis terpisah juga tidak sah.
Sebagaimana dijelaskan oleh Sulaiman bin Muhammad al-Bujairomi dalam “Hasyiyah al-Bujairami ‘ala al-Khatib”, ungkapan al-Khatib al-Syirbini menekankan pentingnya saksi untuk mendengar dan melihat secara langsung. Dalam hal ini, satu hadits dari al-Daruquthni dalam “Sunan al-Daruquthni” juga menjelaskan bahwa dalam nikah harus ada empat orang: wali, calon suami, dan dua orang saksi.
Dengan demikian, meskipun transaksi jual beli melalui alat elektronik dapat dianggap sah dengan syarat tertentu, pelaksanaan akad nikah via media elektronik tetap tidak memenuhi syarat hukum yang berlaku.