Korupsi, atau pencurian uang negara dan rakyat di Indonesia, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun terselubung, telah menjadi masalah yang tak kunjung usai sejak berdirinya Republik ini. Nilai korupsi bukan hanya terus meningkat, tetapi juga memberikan dampak yang merugikan bangsa dan negara. Rakyat semakin miskin, dan negara nyaris bangkrut akibat kekayaan dan asetnya yang terkuras. Menurut hasil survei lembaga internasional PERC, Indonesia menempati posisi sebagai negara terkorup di Asia, meskipun mayoritas penduduknya beragama Islam.
Dalam pandangan syariah, korupsi dipahami sebagai pengkhianatan berat (ghulul) terhadap amanat rakyat. Dari sisi cara kerja dan dampaknya, korupsi dapat dikategorikan sebagai pencurian (sariqah) dan perampokan (nahb). Abdullah bin Husain Al-Ba’lawi dalam karyanya, Is’ad al-Rafiq Syarh Matn Sulam al-Taufiq, menjelaskan bahwa tindakan korupsi sangat serius, karena menyangkut amanah dan tanggung jawab terhadap masyarakat.
Korupsi di dalam syariat Islam dianggap sebagai dosa besar. Dalam kitab al-Zawajir, Ibn Hajar al-Haitami menyatakan bahwa pencurian termasuk dosa besar, dan ada hadits yang menyatakan bahwa seorang pezina dan pencuri tidak dapat melakukan perbuatan tersebut dalam keadaan iman. Jika seseorang melakukannya, maka ia telah menanggalkan hukum Islam dari dirinya. Hadits lain menyebutkan tentang laknat bagi pencuri, bahkan untuk barang seharga sebutir telur atau seutas tali.
Karena para ulama mengqiyaskan tindakan korupsi dengan pencurian, maka hukuman bagi pelaku korupsi adalah potong tangan hingga hukuman mati, serta kewajiban untuk mengembalikan apa yang telah dicuri. Muhammad bin Mansur al-Jamal dalam karyanya, Futuhat al-Wahhab bi Taudih Syarh Manhaj al-Thullab, menegaskan pentingnya pertanggungjawaban dalam hal ini.
Imam Malik memberikan pandangan bahwa jika pelaku pencurian adalah orang kaya, ia harus mengembalikan harta yang dicuri. Namun, jika pelakunya tidak kaya, ia tetap harus menerima hukuman potong tangan. Mengembalikan harta curian tidak menghapus kewajiban hukuman potong tangan.
Wahbah Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh juga menjelaskan bahwa tindakan korupsi merupakan dosa besar yang harus ditindaklanjuti dengan sanksi yang sesuai. Selain itu, tindakan kriminal berulang kali bisa dikenakan hukuman mati sebagai kebijakan demi keamanan negara.
Dalam Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Muhammad bin Abi Bakar al-Qurthubi menjelaskan bahwa khianat (korupsi) adalah bagian dari dosa besar. Rasulullah Saw. mengingatkan tentang konsekuensi berat bagi mereka yang mengambil harta orang lain secara tidak sah. Dengan demikian, perbuatan korupsi tidak hanya melanggar hukum manusia tetapi juga hukum Tuhan, yang menuntut pertanggungjawaban di dunia dan akhirat.