- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Konsumsi Halalan Thayyiban dalam Islam

Google Search Widget

Daging dan tumbuhan adalah jenis makanan yang umum dikonsumsi oleh manusia sebagai makhluk omnivora. Namun, dalam konteks Islam, klasifikasi biologis ini tidaklah cukup. Terdapat batasan dan klasifikasi makanan yang dikenal dengan istilah ‘halalan thayyiban’, seperti yang tertera dalam surat an-Nahl ayat 114: “Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” Ini menunjukkan bahwa tidak semua daging dan tumbuhan memenuhi standar untuk dijadikan makanan bagi seorang Muslim, meskipun semuanya dapat dimakan oleh manusia. Hanya makanan yang berkualitas halalan thayyiban yang diperbolehkan untuk dikonsumsi.

Ketentuan mengenai konsumsi makanan halalan thayyiban juga terkait erat dengan berbagai larangan terhadap makanan yang haram dan tidak baik. Misalnya, bangkai, darah, babi, dan lain-lain. Sebagaimana dijelaskan dalam surat al-Maidah ayat 3, “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini, orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu; sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan nikmat-Ku untukmu, dan telah Kuridhai Islam sebagai agamamu. Siapa saja terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Terkait dengan hukum konsumsi darah, ulama membagi darah menjadi dua jenis: darah yang mengalir dan darah yang tidak mengalir. Darah yang diharamkan adalah darah yang mengalir. Sementara itu, darah yang tidak mengalir seperti hati, limpa, dan darah yang tersisa di urat daging dianggap suci dan boleh dimakan.

Dengan demikian, bagi kita yang sering mengonsumsi daging tidak perlu khawatir saat menemukan sisa-sisa darah yang melekat pada daging tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, kita diperbolehkan untuk memakan darah jenis kedua. Wallahu a‘lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

January 3

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?