Perdebatan mengenai sunnah dan bid’ah dalam konteks Islam Nusantara selalu menjadi topik yang hangat. Di masa lalu, perdebatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa praktik keagamaan dilakukan dengan benar sesuai dengan ajaran. Ini menunjukkan adanya semangat beragama yang kuat. Namun, saat tidak ada perdebatan tersebut, hal ini justru menandakan melemahnya komitmen terhadap agama, baik karena pengaruh globalisasi maupun liberalisasi. Kini, perdebatan tentang sunnah dan bid’ah muncul kembali dengan muatan politik yang lebih kental, bukan semata untuk mendudukkan masalah ubudiyah.
Dalam upaya menjaga stabilitas isu keagamaan, terdapat penjelasan mengenai hukum penggunaan tasbih. Tasbih, dalam bahasa Arab dikenal sebagai subhah atau misbahah, dalam bentuk untaian manik-manik saat ini adalah produk yang relatif baru. Tasbih digunakan untuk menghitung bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (la ilaha illallah), dan lainnya. Pada zaman Rasulullah saw., untuk menghitung bacaan dzikir, digunakan jari-jari, kerikil, biji kurma, atau tali yang disimpul.
Rasulullah saw. pernah terlihat menghitung bacaan tasbih dengan tangan kanannya. Beliau juga menganjurkan wanita untuk bertasbih dan bertahlil dengan menghitungnya menggunakan jari-jemari, seperti yang diriwayatkan dalam hadis. Dalam hadis tersebut dinyatakan bahwa membaca tasbih, tahlil, dan taqdis adalah kewajiban, serta mengingatkan bahwa jari-jemari akan dimintai pertanggungjawaban.
Beberapa sahabat, seperti Abu Hurairah r.a, diketahui menggunakan tali yang disimpul hingga seribu simpul, sementara Sa’ad bin Abi Waqash r.a dan Abu Dzar r.a menggunakan kerikil atau biji kurma untuk berdzikir. Sebagian ulama berpendapat bahwa menggunakan jari-jemari lebih utama dibandingkan dengan tasbih. Pendapat ini didasarkan pada hadis yang mengutamakan penggunaan jari-jari. Meskipun demikian, dari segi fungsi sebagai sarana menghitung, kedua cara tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Di sisi lain, penggunaan tasbih memberikan manfaat praktis bagi kita yang hidup di zaman serba sibuk ini. Dengan membawa tasbih—mirip dengan kebiasaan di Timur Tengah di mana tasbih menjadi aksesori seperti cincin atau kacamata—kita bisa diingatkan untuk berdzikir dan mengingat Allah. Setiap kali kita melihat tasbih di tangan kita, itu menjadi pengingat untuk senantiasa berdzikir.