- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Ciuman di Bulan Puasa: Hukum dan Pertimbangannya

Google Search Widget

Puasa pada hakikatnya adalah menghindari segala hal yang dapat membatalkannya. Salah satu hal yang dapat membatalkan puasa adalah ejakulasi (inzal) akibat persentuhan kulit atau bersenggama, meskipun tanpa ejakulasi. Mencium istri, secara umum, tidak membatalkan puasa. Namun, karena dapat membangkitkan nafsu dan berpotensi membawa seseorang kepada interaksi seksual, diskusi mengenai hukumnya menjadi lebih kompleks.

Para ulama menggolongkan ciuman ke dalam kategori yang makruh dalam puasa, terutama jika ciuman tersebut membangkitkan syahwat. Jika ciuman tidak membangkitkan syahwat, maka tidak menjadi masalah, tetapi tetap lebih baik untuk dihindari. Hukum ini berlaku khusus untuk ciuman kepada istri, sedangkan ciuman kepada orang lain jelas hukumnya haram.

Menurut pendapat yang kuat, hukum makruh yang berlaku atas mencium istri saat berpuasa adalah makruh tahrim. Ini berarti meskipun tindakan tersebut makruh (yang secara umum diperbolehkan), jika dilakukan dapat mendatangkan dosa. Selain makruh tahrim, ada juga kategori makruh tanzih, di mana melakukan sesuatu tidak menimbulkan konsekuensi apapun, baik dosa maupun pahala. Hal-hal yang termasuk dalam kategori makruh tahrim harus dihindari, sedangkan makruh tanzih hanya bersifat anjuran untuk dijauhi.

Hukum ini diambil dari hadits riwayat Abu Dawud yang bersumber dari Abu Hurairah, di mana Rasulullah melarang kaum muda untuk mencium saat berpuasa, tetapi memperbolehkan hal tersebut bagi orang-orang tua. Pembedaan ini dilakukan karena pada usia muda seseorang biasanya berada pada puncak hasrat dan kemampuan seksual. Sebaliknya, pada orang tua, hasrat dan potensi seksualnya cenderung menurun. Oleh karena itu, ciuman pada orang muda dikhawatirkan dapat menyebabkan ejakulasi atau mendorong pelakunya untuk melakukan interaksi seksual langsung.

Batasan tua atau muda dalam konteks ini bersifat umum. Jika ada pemuda yang mampu mengendalikan diri sepenuhnya atau orang tua yang masih memiliki hasrat tinggi, maka hukum yang berlaku bagi mereka dapat berbeda dari penjelasan sebelumnya. Pada dasarnya, inti permasalahan bukanlah usia, melainkan apakah tindakan tersebut akan mengarah kepada hal-hal yang membatalkan puasa atau tidak.

Hukum ini sejalan dengan kaedah fiqih ‘li wasail hukmil maqashid’, yang menyatakan bahwa tindakan-tindakan yang mendukung atau menyebabkan diberlakukannya hukum yang sama harus dihindari. Ketika diketahui bahwa interaksi seksual langsung dan ejakulasi akibat persentuhan kulit dapat membatalkan puasa, maka segala perbuatan yang mengarah kepada keduanya juga harus dijauhi.

Pelukan, genggaman tangan, dan tindakan serupa lainnya disamakan hukumnya dengan ciuman. Namun, hukum ini tidak serta merta mempengaruhi sah atau tidaknya puasa. Jika seseorang mencium istri di siang hari bulan Ramadhan dan tidak terjadi hal-hal lanjut akibatnya, maka puasanya tetap sah meskipun tingkat kesempurnaannya berkurang.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 27

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?