- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Niat dan Keabsahan Puasa Ramadhan

Google Search Widget

Niat merupakan aspek penting dalam melaksanakan amal ibadah, termasuk puasa Ramadhan. Di dalam ajaran Islam, niat harus dilakukan tanpa keraguan untuk menjalankan amal. Dalam konteks puasa Ramadhan, jika seseorang terbersit dalam hatinya di malam hari bahwa besok adalah Ramadhan dan ia akan berpuasa, maka itu sudah dianggap sebagai niat.

Namun, seringkali muncul pertanyaan mengenai situasi di mana seseorang lupa membaca niat untuk puasa Ramadhan pada malam hari, meskipun ia telah makan sahur. Apakah sahur itu sendiri bisa dianggap sebagai niat, mengingat bahwa sahur dilakukan dengan tujuan untuk berpuasa esok hari?

Imam Syafi’i berpendapat bahwa makan sahur tidak dapat menggantikan niat, kecuali jika di dalam hati sudah terbersit keinginan untuk berpuasa. Di sisi lain, mazhab lain menyatakan bahwa jika sahur dilakukan pada waktunya, yaitu setelah tengah malam, maka tanpa niat pun sudah dianggap cukup. Namun, jika makan atau minum dilakukan sebelum tengah malam, maka niat untuk berpuasa esok hari tetap diperlukan.

Masalahnya, banyak orang yang makan sahur dalam keadaan setengah sadar, mungkin karena mengantuk atau bahkan sambil tidur. Dalam situasi seperti ini, dikhawatirkan tidak ada keinginan untuk berpuasa yang terbersit di hati, sehingga niat menjadi wajib.

Niat memiliki peran yang sangat penting dalam setiap amal. Sebagaimana tertuang dalam hadits: “إنما الأعمال بالنيات, وإنما لكل امرئ مانوى,” yang berarti sahnya suatu amal tergantung pada niat. Setiap orang akan mendapatkan balasan sesuai dengan apa yang mereka niatkan.

Dengan demikian, untuk memastikan keabsahan niat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi menurut jumhur ulama sebagai berikut: Pertama, niat harus dilakukan pada waktunya, yaitu antara maghrib hingga menjelang shubuh untuk puasa yang akan dilakukan keesokan harinya. Hal ini dikenal dengan istilah tabyitun niyyah (menginapkan niat). Kedua, niat harus ditujukan untuk puasa wajib, bukan sunnah atau tujuan lainnya. Dalam konteks Ramadhan, puasanya adalah puasa wajib.

Ketiga, niat harus jelas ditujukan untuk satu jenis puasa saja. Misalnya, jika seseorang berniat untuk berpuasa pada tanggal 29 Sya’ban dengan ketentuan bahwa jika besok masuk bulan Ramadhan, maka puasanya adalah puasa Ramadhan. Jika tidak, maka niat tersebut hanya berlaku sebagai puasa sunnah. Niat semacam ini tidak memenuhi syarat baik untuk puasa Ramadhan maupun sunnah.

Keempat, niat harus dilakukan setiap hari sesuai dengan jumlah hari puasa (ta’addudun niyah bi ta’addudil ayyam). Satu kali niat hanya berlaku untuk satu hari puasa, karena setiap hari puasa merupakan ibadah tersendiri yang tidak terkait dengan hari lainnya.

Dengan demikian, cukup sebagai niat jika setiap hari antara Maghrib hingga menjelang Shubuh terdapat kesadaran dan maksud untuk melaksanakan puasa Ramadhan pada keesokan harinya.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

March 10

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?