- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Talfiq dalam Hukum Islam

Google Search Widget

Talfiq secara bahasa berarti melipat, sedangkan dalam konteks syar’i, talfiq merujuk pada tindakan mencampur pendapat seorang ulama dengan pendapat ulama lain, sehingga tidak ada satu pun dari mereka yang membenarkan perbuatan tersebut.

Salah satu syarat dalam taqlid adalah tidak melakukan talfiq, yaitu tidak mencampurkan dua pendapat dalam satu masalah. Ini berlaku baik sejak awal maupun di tengah perjalanan suatu masalah, yang dapat menghasilkan suatu amaliyah yang tidak diakui oleh kedua belah pihak. Jelasnya, talfiq merupakan tindakan melakukan suatu perbuatan berdasarkan hukum yang merupakan gabungan dari dua madzhab atau lebih.

Contoh talfiq dapat dilihat dalam dua situasi berikut:

  1. Seseorang berwudhu menurut madzhab Syafi’i dengan cara mengusap sebagian (kurang dari seperempat) kepala. Kemudian, dia menyentuh kulit wanita ajnabiyyah (bukan mahram), dan langsung melaksanakan shalat sesuai madzhab Hanafi yang menyatakan bahwa menyentuh wanita ajnabiyyah tidak membatalkan wudhu. Tindakan ini disebut talfiq karena menggabungkan pendapat Imam Syafi’i dan Imam Hanafi mengenai wudhu. Kedua Imam tersebut sama-sama tidak mengakui bahwa gabungan itu merupakan pendapat mereka. Imam Syafi’i berpendapat bahwa menyentuh kulit lawan jenis membatalkan wudhu, sementara Imam Hanafi tidak mengesahkan wudhu seseorang yang hanya mengusap sebagian kepala.
  2. Seseorang berwudhu dengan cara mengusap sebagian kepala dan tidak menggosok anggota wudhu sesuai madzhab Imam Syafi’i, lalu dia menyentuh anjing, mengikuti madzhab Imam Malik yang berpendapat bahwa anjing adalah suci. Ketika dia melaksanakan shalat, kedua imam tersebut tentu akan membatalkannya. Menurut Imam Malik, wudhu harus dilakukan dengan mengusap seluruh kepala dan menggosok anggota wudhu. Selain itu, menurut Imam Syafi’i, anjing termasuk najis mughallazhah (najis yang berat). Dengan demikian, menyentuh anjing dan kemudian shalat, akan menyebabkan shalatnya tidak sah, karena kedua imam itu tidak menganggap sah shalat yang dilakukan.

Talfiq semacam ini dilarang dalam agama. Dalam kitab I’anah al-Thalibin disebutkan bahwa talfiq dalam satu masalah itu dilarang, seperti mengikuti Imam Malik dalam sucinya anjing dan mengikuti Imam Syafi’i dalam bolehnya mengusap sebagian kepala untuk melaksanakan shalat.

Tujuan pelarangan ini adalah untuk mencegah terjadinya tatabbu’ al-rukhash (mencari yang mudah) dan untuk tidak memanjakan umat Islam dalam mengambil yang ringan-ringan. Hal ini diharapkan agar tidak muncul tala’ub (permainan) dalam hukum agama. Oleh karena itu, talfiq yang dimunculkan bukan untuk membatasi kebebasan umat Islam dalam memilih madzhab, melainkan untuk menjaga agar kebebasan bermadzhab tidak disalahpahami oleh sebagian orang.

Untuk menghindari adanya talfiq yang dilarang ini, perlu ada penetapan hukum dengan memilih salah satu madzhab dari madzahib al-arba’ah yang relevan dengan kondisi dan situasi Indonesia. Sebagai contoh, dalam persoalan shalat (mulai dari syarat, rukun, hingga batalnya), dapat mengikuti madzhab Syafi’i, sementara untuk persoalan sosial kemasyarakatan dapat mengikuti madzhab Hanafi. Hal ini diakui karena kondisi Indonesia memiliki ciri khas tersendiri dan tuntutan kemaslahatan yang ada berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?