Ketika bulan Rabiul Awal tiba, umat Islam merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan berbagai cara, baik yang sederhana maupun yang meriah. Kegiatan seperti pembacaan shalawat, barzanji, dan pengajian yang mengisahkan sejarah Nabi SAW menghiasi bulan yang istimewa ini.
Sekitar lima abad yang lalu, muncul pertanyaan mengenai hukum perayaan Maulid Nabi SAW. Imam Jalaluddin as-Suyuthi menjawab bahwa perayaan tersebut diperbolehkan. Dalam karyanya, Al-Hawi lil Fatawi, beliau menjelaskan bahwa asal perayaan Maulid Nabi adalah berkumpulnya manusia, membaca Al-Qur’an, serta kisah-kisah teladan Nabi SAW dari kelahirannya sampai perjalanan hidupnya. Kegiatan ini diakhiri dengan hidangan makanan yang dinikmati bersama. Semua ini termasuk dalam kategori bid’ah al-hasanah, dan orang yang melakukannya akan diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi SAW serta menunjukkan rasa suka cita atas kelahirannya.
Hakikat perayaan Maulid Nabi SAW adalah ungkapan rasa syukur atas diutusnya Nabi Muhammad SAW ke dunia. Kumpulnya orang banyak diisi dengan pengajian yang membahas iman dan Islam, serta mengkaji sejarah dan akhlak Nabi SAW untuk diteladani. Ungkapan rasa gembira atas anugerah Tuhan ini memang seharusnya dilakukan oleh setiap orang. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an: “Katakanlah (Muhammad), sebab fadhal dan rahmat Allah (kepada kalian), maka bergembiralah kalian.” (QS Yunus, 58). Ayat ini jelas menunjukkan bahwa umat Islam diperintahkan untuk bergembira atas rahmat Allah SWT, di mana Nabi Muhammad SAW adalah rahmat bagi seluruh alam.
Perayaan maulid sudah lama ada dalam tradisi umat Islam dan merupakan benih yang ditanam oleh Rasulullah SAW sendiri. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan, Rasulullah SAW menjelaskan bahwa beliau lahir dan menerima wahyu pada hari Senin. Hal ini menunjukkan betapa beliau memuliakan hari kelahirannya dengan bersyukur kepada Allah SWT, yang diungkapkan melalui puasa.
Merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW diperbolehkan dan bahkan dianjurkan. Perayaan tersebut umumnya melibatkan bacaan shalawat, sedekah dengan makanan, pengajian agama, dan kegiatan lain yang sesuai dengan ajaran Islam. Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki mengatakan bahwa berkumpul untuk merayakan Maulid Nabi adalah kebiasaan baik yang memiliki banyak manfaat bagi umat.
Perayaan ini juga menjadi sarana dakwah yang efektif dan kesempatan untuk mengingatkan umat tentang akhlak, tata cara bergaul, serta ibadah Nabi Muhammad SAW. Para da’i dan ulama memiliki tanggung jawab untuk menasihati umat agar selalu melakukan kebaikan dan menjauhkan diri dari fitnah.
Menurut Ibn Taimiyyah, orang-orang yang merayakan Maulid Nabi SAW akan diberi pahala, sebagaimana halnya umat Nasrani yang memperingati kelahiran Isa AS. Dalam Islam, perayaan ini sebagai ungkapan cinta dan penghormatan kepada Nabi SAW akan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT.
Dengan demikian, merayakan Maulid Nabi SAW adalah salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Kegiatan tersebut, seperti membaca shalawat, mengkaji sejarah Nabi SAW, dan bersedekah, merupakan amalan yang dianjurkan dalam syari’at Islam.