Sya’ban adalah istilah dalam bahasa Arab yang berasal dari kata “syi’ab,” yang berarti jalan di atas gunung. Dalam konteks Islam, bulan Sya’ban dimanfaatkan sebagai waktu untuk menemukan berbagai jalan demi mencapai kebaikan.
Bulan Sya’ban terletak di antara bulan Rajab dan bulan Ramadhan. Karena diapit oleh dua bulan yang mulia ini, Sya’ban sering kali terlupakan. Padahal, seharusnya tidak demikian. Bulan Sya’ban memiliki berbagai keutamaan yang dapat meningkatkan kualitas kehidupan umat Islam, baik secara individu maupun dalam lingkup masyarakat.
Mendekati bulan Ramadhan, Sya’ban menawarkan banyak kesempatan untuk memperkuat keimanan. Umat Islam dianjurkan mempersiapkan diri menyambut bulan suci dengan penuh suka cita dan harapan akan anugerah dari Allah SWT, setelah mulai merasakan suasana kemuliaan Ramadhan.
Rasulullah SAW bersabda, “ذاكَ شهر تغفل الناس فِيه عنه ، بين رجب ورمضان ، وهو شهر ترفع فيه الأعمال إلى رب العالمين، وأحب أن يرفع عملي وأنا صائم.”
Artinya: “Bulan Sya’ban adalah bulan yang biasa dilupakan orang, karena letaknya antara bulan Rajab dengan bulan Ramadan. Bulan Sya’ban adalah bulan diangkatnya amal-amal. Karenanya, aku menginginkan pada saat diangkatnya amalku, aku dalam keadaan sedang berpuasa.” (HR Abu Dawud dan Nasa’i)
Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan bahwa Aisyah mengakui Rasulullah SAW tidak pernah berpuasa sunnah lebih banyak daripada ketika bulan Sya’ban. Hal ini menunjukkan betapa mulianya bulan Sya’ban di antara bulan Rajab dan Ramadhan.
Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak dzikir, meminta ampunan, serta pertolongan dari Allah SWT. Selama bulan ini, Allah SWT banyak menurunkan kebaikan berupa syafaat, maghfirah, dan pembebasan dari siksaan api neraka.
Umat Islam berusaha memuliakan bulan Sya’ban dengan bersedekah dan mempererat silaturrahim. Di Nusantara, biasanya mereka menyambut bulan ini dengan saling mengirim makanan kepada kerabat, sanak famili, dan kolega kerja. Tradisi ini dikenal sebagai Ruwahan, yang mengedepankan persaudaraan dan mempererat ikatan silaturrahim di antara umat Islam.
Nishfu Sya’ban adalah tengah bulan Sya’ban yang memiliki keistimewaan tersendiri. Istilah ini berarti hari atau malam pertengahan bulan Sya’ban atau tanggal 15 Sya’ban. Kaum Muslimin meyakini bahwa pada malam ini, dua malaikat pencatat amalan sehari-hari manusia, yaitu Raqib dan Atid, menyerahkan catatan amalan manusia kepada Allah SWT. Pada malam tersebut, buku catatan amal yang digunakan setiap tahun diganti dengan yang baru.
Imam Ghazali menyebut malam Nishfu Sya’ban sebagai malam yang penuh dengan syafaat. Menurutnya, pada malam ke-13 bulan Sya’ban, Allah SWT memberikan tiga syafaat kepada hamba-Nya. Sedangkan pada malam ke-14, seluruh syafaat tersebut diberikan secara penuh. Dengan demikian, pada malam ke-15, umat Islam dapat mengharapkan banyak kebaikan sebagai penutup catatan amalnya selama satu tahun. Pada malam ini pula catatan perbuatan manusia akan dinaikkan ke hadapan Allah SWT.
Para ulama juga menyatakan bahwa Nisfu Sya’ban dikenal sebagai malam pengampunan atau malam maghfirah, di mana Allah SWT menurunkan pengampunan kepada seluruh penduduk bumi, terutama kepada hamba-Nya yang saleh.
Dengan segala keistimewaannya, kita sebagai umat Islam seharusnya tidak melupakan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan yang mulia. Bulan ini merupakan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadhan. Oleh karena itu, umat Islam perlu mempersiapkan diri dengan mempertebal keimanan dan memanjatkan doa dengan penuh kekhusyukan.