Kata “istighotsah” (استغاثة) berasal dari “al-ghouts” (الغوث) yang berarti pertolongan. Dalam tata bahasa Arab, kalimat yang mengikuti pola “istaf’ala” (استفعل) atau “istif’al” (استغفار) menunjukkan arti pemintaan atau pemohonan. Dengan demikian, istighotsah berarti meminta pertolongan. Seperti kata “ghufron” (غفران) yang berarti ampunan, saat diikutkan pola istif’al menjadi “istighfar” (استغفار) yang berarti memohon ampunan.
Istighotsah dapat diartikan sebagai “thalabul ghouts” (طلب الغوث) atau meminta pertolongan. Para ulama membedakan antara istighotsah dan “isti’anah” (استعانة), meskipun secara kebahasaan maknanya kurang lebih sama. Isti’anah juga merupakan pola istif’al dari kata “al-aun” (العون) yang berarti “thalabul aun” (طلب العون) atau meminta pertolongan, namun dengan makna yang lebih luas dan umum.
Istighotsah adalah permohonan pertolongan ketika berada dalam keadaan sukar dan sulit. Sementara itu, isti’anah memiliki arti yang lebih umum. Keduanya terdapat dalam teks-teks syari’ah, baik dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammad SAW. Dalam surat Al-Anfal ayat 9 disebutkan:
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
“(Ingatlah wahai Muhammad), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu lalu Dia mengabulkan permohonanmu.” (QS Al-Anfal:9)
Ayat ini menjelaskan peristiwa ketika Nabi Muhammad SAW memohon bantuan dari Allah SWT saat berada di tengah peperangan Badar, di mana kekuatan musuh tiga kali lipat lebih besar daripada pasukan Islam. Allah mengabulkan permohonan Nabi dengan memberikan tambahan pasukan berupa seribu malaikat.
Dalam surat Al-Ahqaf ayat 17 juga disebutkan:
وَهُمَا يَسْتَغِيثَانِ اللَّهَ
“Kedua orang tua memohon pertolongan kepada Allah.” (QS Al-Ahqaf:17)
Dalam konteks ini, keduanya memohon pertolongan Allah atas kedurhakaan sang anak dan keengganannya untuk meyakini hari kebangkitan. Mereka tidak menemukan cara lain untuk menyadarkan sang anak kecuali dengan memohon kepada Yang Maha Kuasa.
Dari kedua cuplikan ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa istighotsah adalah permohonan pertolongan dari Allah SWT untuk terwujudnya sesuatu yang dianggap tidak mudah untuk diwujudkan. Istighotsah sebenarnya serupa dengan berdoa, namun istilah ini mengandung konotasi yang lebih mendalam karena yang dimohon adalah hal-hal yang luar biasa. Oleh sebab itu, istighotsah sering dilakukan secara kolektif dan biasanya dimulai dengan wirid tertentu, terutama istighfar, agar Allah SWT berkenan mengabulkan permohonan tersebut.
Istighotsah juga disebutkan dalam hadits Nabi, seperti:
إنَّ الشَّمْسَ تَدْنُوْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَبْلُغَ الْعَرَقُ نِصْفَ الْأُذُنِ, فَبَيْنَمَا هُمْ كَذَلِكَ اسْتَغَاثُوْا بِآدَمَ ثُمَّ بِمُوْسَى ثُمَّ بِمُحَمَّدٍ
Matahari akan mendekat ke kepala manusia di hari kiamat, sehingga keringat sebagian orang keluar hingga mencapai separuh telinganya. Dalam kondisi tersebut, mereka beristighotsah (meminta pertolongan) kepada Nabi Adam, kemudian kepada Nabi Musa, lalu kepada Nabi Muhammad (H.R. al-Bukhari). Hadits ini menunjukkan dibolehkannya meminta pertolongan kepada selain Allah dengan keyakinan bahwa seorang nabi atau wali adalah sebab dari pertolongan tersebut.
Sedangkan isti’anah dijelaskan dalam Al-Qur’an:
وَاسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ
“Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat.” (QS Al-Baqarah: 45)