Dalam praktik beribadah, terdapat berbagai amalan dzikir dan shalawat yang memiliki jumlah tertentu. Misalnya, setelah melaksanakan shalat wajib, disunnahkan untuk membaca “Subhanallah” sebanyak 33 kali, “Alhamdulillah” 33 kali, “Allahu akbar” 33 kali, dan “La Ilaha illallah” 100 kali. Selain itu, ada juga shalawat nariyah yang dianjurkan dibaca sebanyak 4444 kali. Untuk memudahkan penghitungannya, banyak orang yang menggunakan tasbih.
Namun, ada sebagian orang yang berpendapat bahwa penggunaan tasbih adalah bid’ah karena tidak ada di zaman Rasulullah SAW. Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan mengenai tasbih ini?
Tasbih dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah as-subhah atau al-misbahah, yaitu untaian manik-manik yang digunakan untuk menghitung jumlah dzikir, doa, dan shalawat. Menariknya, pemakaian tasbih sudah ada pada masa Rasulullah. Dalam sebuah hadits, Aisyah binti Sa’d bin Abi Waqash menceritakan bahwa beliau pernah melihat seorang wanita yang menggunakan biji-bijian atau kerikil untuk menghitung bacaan tasbih. Dalam kesempatan tersebut, Rasulullah SAW bersabda:
“Aku akan memberitahu dirimu hal-hal yang lebih mudah kamu kerjakan atau lebih utama dari menggunakan kerikil ini. Bacalah ‘Maha Suci Allah’ sebanyak bilangan makhluk langit, ‘Maha Suci Allah’ sebanyak hitungan makhluk bumi, ‘Maha Suci Allah’ sebilangan makhluk antara langit dan bumi, ‘Maha Suci Allah’ sebagai Sang Khaliq. ‘Segala Puji Bagi Allah’ seperti itu pula (bilangannya), ‘Tiada Tuhan Selain Allah’ seperti itu pula, ‘Allah Maha Besar’ seperti itu pula, dan ‘Tidak Ada Upaya dan Kekuatan Seian dari Allah’ seperti itu pula.” (HR Tirmidzi)
Dari hadits ini, dapat dipahami bahwa Rasulullah SAW tidak melarang wanita tersebut menggunakan kerikil. Sebaliknya, beliau bertujuan untuk memberikan kemudahan dan tuntunan yang lebih baik dalam melakukan dzikir.
Pendapat ini menunjukkan bahwa para sahabat telah menggunakan biji-bijian atau kerikil sebagai alat bantu untuk menghitung dzikir yang mereka baca setiap hari. Hal ini tidak pernah diprotes oleh Rasulullah SAW, yang mengindikasikan bahwa beliau menyetujui praktik tersebut. Oleh karena itu, pemakaian tasbih dalam berdzikir tidak termasuk bid’ah dhalalah (hal baru yang menyesatkan) sebagaimana klaim beberapa orang. Jika penggunaan tasbih termasuk dalam hal-hal yang menyesatkan, tentu saja Rasulullah sudah melarang para sahabat untuk menggunakannya sejak awal.