Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada hari Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Kesunnahan puasa ini tidak tergantung pada pelaksanaan wukuf di Arafah, melainkan karena datangnya hari Arafah itu sendiri. Oleh karena itu, kemungkinan hari Arafah di Indonesia berbeda dengan yang ditetapkan di Saudi Arabia. Toleransi terhadap perbedaan ini berdasarkan hadits dari Sahabat Kuraib:
Dari Muhammad bin Abi Harmalah dari Kuraib, Ummul Fadl binti al-Harits mengutus Kuraib menemui Mu’awiyah di Syam. Kuraib mengatakan bahwa ia melihat hilal bulan Ramadhan pada malam Jum’at saat berada di Syam. Setibanya di Madinah, Abdullah bin Abbas bertanya kapan ia melihat hilal. Kuraib menjawab bahwa ia melihatnya pada malam Jum’at, sementara Mu’awiyah melihatnya pada malam Sabtu. Abdullah bin Abbas menegaskan bahwa mereka akan berpuasa hingga menyelesaikan 30 hari atau melihat hilal. Ia menambahkan bahwa Rasulullah SAW telah memerintahkan mereka untuk demikian.
Berdasarkan dalil tersebut, rukyatul hilal atau observasi bulan sabit untuk menentukan awal bulan Qamariyah berlaku secara nasional. Di Indonesia, hasil rukyatul hilal yang dilaksanakan oleh Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) dilaporkan kepada sidang itsbat yang dilakukan oleh Departemen Agama RI, sehingga keputusan tersebut berlaku bagi seluruh umat Islam di Indonesia.
Para sahabat tidak serta-merta menetapkan hasil rukyat mereka tanpa melaporkannya kepada Rasulullah SAW, yang kemudian menetapkannya sebagai kepala negara. Itsbat merupakan penetapan resmi negara mengenai awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah. Di Indonesia, wewenang itsbat didelegasikan kepada Menteri Agama RI. Dalam menentukan itsbat, Menteri Agama harus berlandaskan dalil yang kuat, yaitu rukyatul hilal. Sidang itsbat dilakukan setelah rukyatul hilal dilaksanakan dan dihadiri oleh berbagai pihak terkait.
Itsbat yang dikeluarkan oleh Menteri Agama berlaku bagi seluruh umat Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa terkecuali. Perbedaan yang mungkin muncul harus diselesaikan sebelum itsbat diumumkan, sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW dan para sahabat.
Penentuan awal bulan Qamariyah harus mempertimbangkan empat aspek:
- Aspek Syar’i: pelaksanaan rukyatul hilal.
- Aspek Astronomis: memperhatikan kriteria imkanur rukyat mengenai penampakan bulan sabit.
- Aspek Geografis: menerima rukyat nasional.
- Aspek Politis: intervensi negara melalui itsbat dalam kerangka wawasan NKRI untuk mengatasi perbedaan.
Perbedaan hasil rukyat antara Indonesia dan negara lain seperti Saudi Arabia tidak menjadi masalah, karena adanya perbedaan wilayah hukum, termasuk dalam menentukan hari Arafah.
Keutamaan berpuasa pada hari Arafah didasarkan pada hadits yang menyatakan bahwa puasa hari Arafah dapat menghapus dosa setahun yang lalu dan setahun yang akan datang. Dengan demikian, puasa ini memiliki nilai penting dalam memperbaiki amal perbuatan seseorang.