Islam ditegakkan di atas lima pilar, yang salah satunya adalah ibadah haji. Haji menjadi kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu, baik dalam hal perjalanan, bekal hidup, dan dukungan untuk keluarga yang ditinggalkan selama kurang lebih 40 hari. Selain itu, kendaraan yang aman dan layak juga menjadi syarat penting dalam menunaikan ibadah ini.
Bagi warga Saudi Arabia, kondisi kesehatan menjadi faktor utama untuk melaksanakan haji. Namun, bagi masyarakat Indonesia, selain kesehatan, kendaraan yang memadai juga sangat penting. Bagi mereka yang memiliki kondisi ekonomi rendah, haji bisa menjadi rukun Islam yang paling sulit untuk dilaksanakan.
Meskipun demikian, ibadah haji tetap menjadi impian banyak orang. Haji dapat meningkatkan prestise seseorang di tengah komunitasnya. Terdapat istilah “haji wahyu,” di mana seseorang akan berusaha mengorbankan apa pun agar dapat menunaikan ibadah haji dan menyaksikan Ka’bah serta berziarah ke makam Rasulullah SAW. Proses ini meliputi berbagai ritual seperti thawaf, sa’i antara Shafa dan Marwa, serta minum air zamzam.
Tak jarang, orang-orang menabung selama bertahun-tahun untuk bisa menunaikan ibadah haji. Banyak yang menyimpan tabungan mereka di tempat-tempat yang tersembunyi, meskipun inflasi dapat menggerus nilai tabungan tersebut. Sebelum meninggal, mereka sering berpesan agar tabungan mereka digunakan untuk membiayai pelaksanaan haji, sebuah praktik yang dikenal dengan istilah “haji amanat.”
Haji amanat didasarkan pada beberapa dalil. Pertama, Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa seorang perempuan bertanya kepada Nabi tentang ayahnya yang telah meninggal dan belum menunaikan haji. Nabi menjawab bahwa jika ayahnya memiliki hutang, maka hutang kepada Allah SWT (haji) lebih berhak untuk dibayarkan.
Dalil kedua berasal dari Luqaith bin Amir, yang mengatakan bahwa ia pernah mendatangi Nabi dan menceritakan bahwa ayahnya sudah tua dan tidak bisa berangkat haji atau umrah. Nabi menyarankan agar ia berhaji dan berumrah untuk ayahnya.
Dalam kitab Tanwirul Qulub karya Syeikh Muhammad Amin Kurdi Al Irbili, disebutkan bahwa jika seseorang sudah memenuhi syarat untuk berhaji tetapi meninggal sebelum berangkat, maka wajib untuk menghajikannya secepatnya. Jika tidak ada tabungan, disunnahkan menggunakan warisan untuk membiayai haji tersebut.
Pentingnya menunaikan haji amanat mencerminkan tanggung jawab seorang Muslim terhadap ibadah yang menjadi kewajiban dalam agama. Hal ini menunjukkan betapa besar cinta dan ketakwaan seseorang kepada Allah SWT serta komitmen untuk memenuhi kewajiban agama.