Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW selalu berziarah ke makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun. Sesampainya di Uhud, beliau memanjatkan doa sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an, Surat Ar-Ra’d ayat 24: “سَلاَمٌ عَلَيْكُم بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ”. Keselamatan atasmu berkat kesabaranmu. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.
Kegiatan ini menjadi dasar hukum dalam Islam untuk melaksanakan peringatan haul atau acara tahunan yang bertujuan untuk mendoakan dan mengenang para ulama, sesepuh, serta orang tua kita. Para sahabat juga mengikuti jejak Rasulullah, seperti yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi: Nabi SAW senantiasa mengunjungi makam para syuhada di bukit Uhud setiap tahun dan mengucapkan salam keras-keras, “Salamun alaikum bima shabartum fani’ma uqbad daar.”
Selanjutnya, Abu Bakar juga melakukan hal yang sama setiap tahun, diikuti oleh Umar dan Utsman. Fatimah RA pun pernah berziarah dan mendoakan mereka. Saad bin Abi Waqqash mengucapkan salam kepada para syuhada dan mengingatkan sahabat-sahabatnya untuk juga menyampaikan salam kepada mereka yang akan menjawab salam.
Riwayat ini juga terdapat dalam kitab Syarah Al-Ihya dan kitab Najhul Balaghah, yang menjelaskan bahwa hadits-hadits ini menjadi rujukan hukum bagi masyarakat Madinah untuk melakukan ziarah Rajabiyah ke makam Sayidina Hamzah, yang ditradisikan oleh keluarga Syeikh Junaid al-Masra’i berdasarkan mimpi yang didapatnya dari Hamzah yang menyuruhnya untuk melakukan ziarah tersebut.
Para ulama memberikan panduan tentang tata cara dan etika dalam peringatan haul. Dalam al-Fatawa al-Kubra, Ibnu Hajar mengingatkan agar tidak menyebut kebaikan orang yang sudah wafat disertai dengan tangisan. Ibnu Abd Salam menambahkan bahwa tindakan berduka yang dilarang adalah memukul dada atau wajah, karena hal itu menunjukkan ketidakpuasan terhadap qadha Allah SWT.
Saat melaksanakan peringatan haul, dianjurkan untuk membacakan manaqib (biografi baik) dari orang yang wafat, agar kebaikannya dapat diteladani. Ibnu Abd Salam menyatakan bahwa pembacaan manaqib merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT karena dapat mendatangkan kebaikan. Banyak sahabat dan ulama yang melakukannya sepanjang sejarah tanpa mengingkari praktik ini.
Dalam muktamar kedua Jam’iyyah Ahlit Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah di Pekalongan, Jawa Tengah pada 8 Jumadil Ula 1379 H atau 9 November 1959 M, para kiai merekomendasikan beberapa amalan baik yang bisa dilakukan pada peringatan haul:
- Mengadakan ziarah kubur dan tahlil.
- Menyediakan makanan atau hidangan dengan niat sedekah dari almarhum.
- Membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an dan memberikan nasihat agama, termasuk menceritakan kisah hidup dan kebaikan almarhum agar bisa diteladani.