- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Memahami Pentingnya Dzikir dalam Kehidupan Sehari-hari

Google Search Widget

Dzikir adalah perintah dari Allah SWT yang harus kita laksanakan setiap saat, dimanapun dan kapanpun. Allah senantiasa mendengar apa pun yang kita ucapkan, baik dengan lisan maupun hati. Dzikir merupakan salah satu sarana komunikasi antara makhluk dan Khaliq. Melalui dzikir, seseorang dapat meraih ketenangan, karena ia menemukan tempat berlindung dan kepasrahan total kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, dzikir harus dilaksanakan dengan sepenuh hati, jiwa yang tulus, dan hati yang khusyu’ penuh khidmat. Untuk dapat berdzikir dengan hati yang khusyu’, diperlukan perjuangan yang tidak ringan. Setiap orang memiliki cara tersendiri. Ada yang merasa lebih khusyu’ saat duduk menghadap kiblat, sementara yang lain lebih khusyu’ jika berdzikir dalam keadaan berdiri atau berjalan. Beberapa orang juga memilih mengeraskan suara dzikir, sementara yang lain lebih suka melakukannya dengan suara pelan untuk menjaga konsentrasi dan ke-khusyu’-an. Dengan demikian, cara dzikir yang lebih utama adalah sesuai dengan suasana dan metode yang dapat mendatangkan ke-khusyu’-an.

Imam Zainuddin al-Malibari menegaskan bahwa disunnahkan berzikir dan berdoa secara pelan seusai shalat. Hukum sunnah ini berlaku bagi orang yang shalat sendirian, berjemaah, imam yang tidak bermaksud mengajarkan, dan tidak ingin memperdengarkan doa agar diamini oleh jamaah. Namun, jika berdzikir dan berdoa bertujuan untuk mengajar dan membimbing jamaah, maka diperbolehkan mengeraskan suara dzikir dan doa.

Banyak hadits menjelaskan keutamaan mengeraskan bacaan dzikir, sekaligus banyak sabda Nabi SAW yang menganjurkan untuk berdzikir dengan suara pelan. Hal ini tidak bertentangan, karena masing-masing memiliki konteks yang sesuai dengan situasi dan kondisi.

Contoh hadits yang menganjurkan untuk mengeraskan dzikir adalah riwayat Ibnu Abbas: “Aku mengetahui dan mendengarnya (berdzikir dan berdoa dengan suara keras) apabila mereka selesai melaksanakan shalat dan hendak meninggalkan masjid.” (HR Bukhari dan Muslim).

Ibnu Adra’ juga pernah menyampaikan bahwa ia berjalan bersama Rasulullah SAW dan melihat seorang laki-laki di masjid yang mengeraskan suaranya untuk berdzikir. Ia khawatir laki-laki tersebut melakukan itu dalam keadaan riya’. Rasulullah SAW menjawab bahwa orang tersebut tidak riya’, melainkan sedang mencari ketenangan.

Di sisi lain, Sa’d bin Malik meriwayatkan Rasulullah SAW bersabda bahwa keutamaan dzikir adalah yang pelan (sirr), dan sebaik-baiknya rizki adalah sesuatu yang mencukupi. Dalam hal ini, Imam Nawawi menjelaskan bahwa ia mengompromikan antara dua hadits tersebut dengan menyatakan bahwa memelankan dzikir lebih utama jika ada kekhawatiran akan riya’, mengganggu orang shalat, atau orang tidur. Sementara mengeraskan dzikir lebih baik jika membawa lebih banyak manfaat, seperti agar kumandang dzikir dapat didengar oleh orang lain, mengingatkan hati yang lalai, serta meningkatkan konsentrasi pendengar.

Kesimpulannya, dzikir tidak harus dilakukan dengan suara keras atau pelan, tetapi tergantung pada situasi dan kondisi. Jika ingin mengajarkan, membimbing, dan meningkatkan ke-khusyu’-an, maka mengeraskan suara dzikir hukumnya sunnah dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam beberapa keadaan, sangat dianjurkan untuk mengeraskan dzikir.

Namun, disunnahkan untuk memelankan suara dzikir jika mengeraskan suara dapat mengganggu ke-khusyu’-an diri sendiri atau orang lain, mengganggu mereka yang sedang tidur, serta menghindari potensi riya’. Sebagai umat Muslim, kita hendaknya menjaga kenyamanan dan ketenangan masyarakat dalam menjalankan dzikir.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

December 23

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?