- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Kebudayaan dan Hukum Syari’ah dalam Islam

Google Search Widget

Agama adalah salah satu sumber kebudayaan yang penting. Dalam penerapan hukum syari’ah, kebudayaan lokal justru menjadi semakin kaya dengan nilai-nilai baru. Dalam konteks berbusana, misalnya, Islam melalui Ilmu Fiqih hanya memberikan norma atau esensi, yaitu batasan aurat yang harus ditutupi. Namun, dalam hal mode pakaian, agama tidak menetapkan mode tertentu seperti yang berlaku pada zaman Rasul SAW. Agama memandang mode sebagai bagian dari semangat kreativitas tradisi dan budaya yang dapat berubah seiring waktu dan tempat. Sebaliknya, ketentuan menutup aurat merupakan norma agama yang tidak berubah.

Islam diturunkan dalam lingkungan budaya Arab, dan Rasul SAW adalah seorang Arab. Namun, Islam tidak identik dengan budaya Arab, dan budaya Arab pun tidak sepenuhnya identik dengan Islam. Ketentuan ini memungkinkan Islam diterima dan tumbuh subur di berbagai tempat, komunitas, dan zaman. Ajaran Islam dapat diterapkan sesuai karakter dan kultur budaya masing-masing umat, menunjukkan fleksibilitas nilai-nilai ajarannya.

Terkait penerapan hukum syari’ah, terdapat sebuah hadits yang menyatakan bahwa pada zaman Rasul SAW, jika para sahabat meninggalkan 10% dari ajaran agama, mereka akan hancur dihukum oleh Allah. Namun, di masa depan, meskipun umat hanya mampu menerapkan 10% dari ajaran agama ini, mereka akan selamat dari ancaman azab. Penyebutan angka 10% ini bersifat kontekstual dan menggambarkan pemahaman Rasul SAW mengenai dampak globalisasi yang mempersulit umat dalam menerapkan hukum syari’ah secara sempurna. Hadits ini juga dapat dilihat sebagai dorongan moral-spiritual bagi umat untuk berusaha semaksimal mungkin dalam menerapkan hukum syari’ah sesuai kemampuan mereka.

Penerapan hukum syari’ah tidak terlepas dari tantangan ekstrimisme. Rasul SAW mengingatkan bahaya ekstrimisme yang dapat menyebabkan kekerasan dalam kehidupan beragama. Ekstrimisme merupakan tindakan yang melewati batas dan biasanya bersifat kaku, termasuk dalam pelaksanaan ajaran agama. Banyak hadits yang memberi peringatan tentang bahaya ini, di antaranya hadits yang menyatakan bahwa kehancuran umat terdahulu disebabkan oleh ekstrimisme.

Mengapa ekstrimisme dalam penerapan hukum syari’ah dilarang? Dalam agama terdapat batasan wewenang manusia sebagai hamba Allah. Ketika seseorang berdakwah atau menerapkan hukum syari’ah, ia harus sadar akan keterbatasannya, terutama dalam memberikan hidayah kepada orang lain. Hidayah adalah wewenang mutlak Allah SWT. Bahkan para nabi pun tidak mampu memberikan hidayah kepada orang-orang terdekat mereka.

Oleh karena itu, agama melarang segala bentuk pemaksaan atas nama agama. Tindakan kekerasan dan ekstrimisme dalam kehidupan beragama dilarang keras. Hadits Rasul SAW menegaskan bahwa manusia rentan berbuat dosa, tetapi yang menjadi pertanyaan adalah mengapa manusia enggan meminta ampunan kepada Allah SWT, padahal Dia adalah Mahapengampun.

Tujuan utama Allah SWT mengutus Rasul SAW adalah untuk menyempurnakan etika, moral, dan akhlak yang mulia. Dalam penerapan hukum syari’ah, etika sangat penting. Allah SWT mengingatkan agar Rasul SAW menjaga etika dalam melaksanakan tugas dakwahnya. Dengan demikian, penerapan hukum syari’ah tidak boleh melanggar etika, moral, dan akhlak yang mulia.

Realitanya, usaha manusia dalam upaya dakwah atau penerapan hukum syari’ah sepenuhnya tergantung pada kehendak Allah SWT. Manusia diharapkan untuk bertawakal dan bergantung pada-Nya setelah melakukan segala usaha yang diperlukan. Dengan begitu, diharapkan tercipta masyarakat yang shaleh, taat beragama, berbudaya luhur, serta negeri yang makmur dan sejahtera.

Kesimpulannya, dinamika hukum Islam menunjukkan beberapa hal menarik untuk dicermati:

  1. Meskipun Allah SWT memiliki otoritas absolut atas hamba-Nya, Dia sangat menghargai keterlibatan umat dalam memproses hukum syari’ah.
  2. Pendekatan partisipatif diterapkan dengan memposisikan umat sebagai subjek aktif yang dihargai dalam proses hukum.
  3. Hukum Islam memberi peluang kepada umat untuk lebih proaktif berkreasi dalam penerapan hukum syari’ah sesuai kemampuan dan kondisi budaya lokal.

Bagi sebagian orang yang kurang memahami hubungan antara agama dan budaya, mungkin akan terjadi Arabisasi Indonesia atas nama agama ketika Islam diterapkan di lingkungan kita. Padahal seharusnya nilai-nilai agama Islam dapat diterapkan pada setiap suku di Indonesia, sehingga lahirlah budaya lokal Islami yang kaya dan beragam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

February 5

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?