- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Diskusi Seputar Khilafah dan Sistem Pemerintahan

Google Search Widget

Banyak respon positif yang diterima terkait artikel mengenai “Mengkonversi Sistem Pemerintahan (Pengantar Diskusi Seputar Khilafah)”. Sangat diharapkan agar para pemberi komentar dapat menyertakan nama dan alamat lengkap mereka untuk memudahkan silaturrahmi. Keberanian untuk menggunakan nama asli menunjukkan keyakinan dalam menyampaikan kebenaran, karena sebagai seorang Muslim, hanya Allah SWT yang patut ditakuti.

Beragam pemikiran yang disampaikan dalam komentar, meskipun sebagian berupa pertanyaan, mencerminkan kecerdasan dan kedalaman pemikiran, baik yang mendukung maupun yang menentang. Untuk yang sejalan dengan pemikiran ini, ucapan terima kasih disampaikan, sedangkan bagi yang belum sepaham, mari kita lanjutkan diskusi.

Sebagian orang menunjukkan semangat yang tinggi, seolah-olah sistem pemerintahan yang diterapkan pada masa awal khilafah sepenuhnya bersumber dari hukum Islam, tanpa mengadopsi sedikitpun hukum asing. Namun, jika kita jujur dan mau membaca referensi klasik seperti Adab Al-Kabir dan Adab Ash-Shaghir karya Ibn Al-Muqaffa’, serta kitab-kitab sejarah lainnya, kita akan menemukan bahwa banyak sistem dari luar Islam yang diadopsi oleh khilafah. Misalnya, sistem diwan yang digunakan oleh Sayyidina Umar r.a. untuk administrasi negara berasal dari Persia, dan berbagai sistem lainnya berasal dari budaya Persia, Romawi, serta masyarakat Arab kuno.

Jika semua bagian sistem yang digunakan oleh para khalifah benar-benar berasal dari Islam, seharusnya kita dapat menemukan penjelasan yang jelas dalam Al-Qur’an dan hadits mengenai sistem pemerintahan yang diridhoi Allah SWT serta tata cara pemilihan khalifah. Namun, keterangan tersebut tidak ditemukan secara eksplisit; yang ada hanyalah hasil ijtihad para ulama atau interpretasi dari teks Al-Qur’an dan as-Sunnah.

Untuk beberapa pihak, mungkin lebih bijak jika tidak menggunakan istilah kufur untuk sesuatu yang berasal dari luar Islam. Kita harus pertimbangkan bahwa komunikasi melalui internet pun diciptakan oleh individu-individu non-Muslim. Apakah kita akan menyebut bahwa komunikasi ini juga kufur?

Dalam piagam Madinah, tidak terdapat ungkapan tentang negara yang berasaskan Al-Qur’an dan al-Hadits. Yang ada adalah penjelasan bahwa semua warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim, memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam membela negara. Nabi Muhammad SAW merupakan negarawan ulung yang memahami adanya urusan duniawi dan ukhrawi; urusan duniawi diserahkan kepada ahlinya.

NU mencontohkan sunnah politik Nabi Muhammad SAW dengan tidak terlalu mempermasalahkan bentuk sistem pemerintahan. Mereka lebih fokus pada penerapan syariat secara damai dan bertahap sesuai dengan kesepakatan masyarakat. Setiap negara dengan mayoritas penduduk Muslim menganut sistem fiqih berbeda-beda yang disepakati oleh masyarakatnya.

Mengenai pernyataan bahwa negara akan aman dan terhindar dari kemiskinan jika menganut sistem khilafah, perlu dipertanyakan kebenarannya. Dalam sejarah, masa kepemimpinan Sayyidina Abu Bakar RA, Sayyidina Usman RA, dan Sayyidina Ali RA justru diwarnai kekacauan politik. Apakah bisa dikatakan aman suatu negara jika pemimpin atau khalifahnya dibunuh oleh lawan politik? Contohnya, Sayyidina Umar RA wafat akibat pengkhianatan, dan Sayyidina Usman RA terbunuh oleh demonstran.

Riwayat sejarah menunjukkan bahwa tidak ada sistem yang dapat menghilangkan kejahatan secara total. Yang penting adalah melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan hasil ijtihad masing-masing. Yang harus ditegakkan adalah supremasi hukum.

Hulafa’ Al-Rasyidun tidak bersalah; mereka semua berusaha menegakkan hukum sesuai kemampuan ijtihad mereka. NU terus berjuang untuk menegakkan hukum sesuai dengan kapasitas ijtihadnya dan mengkampanyekan jihad melawan korupsi serta mencerdaskan umat melalui pendidikan.

Dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar, NU menggunakan pendekatan psikologis untuk mendekati individu-individu yang terjerumus dalam kejahatan. Sistem apapun tidak mungkin menghilangkan kejahatan manusia karena fitrah manusia memang bisa berbuat salah.

Kita perlu menghadapi tantangan untuk berdakwah sembari mencari strategi efektif demi pertumbuhan Islam. Kejahatan bukan sesuatu yang perlu ditakuti, tetapi didekati dengan pendekatan yang baik. Pemilihan presiden pun sebenarnya sama-sama melalui proses musyawarah dan demokrasi dengan melibatkan rakyat.

Tentang sistem DPR dan DPD yang dianggap kufur, hal tersebut tampaknya terlalu berlebihan. Ketua MPR, DPR, dan DPD adalah individu-individu baik dan memiliki tugas mulia. Tidak adil jika penilaian terhadap lembaga tersebut berdasarkan oknum tertentu saja.

Dialog adalah langkah baik untuk saling memahami. Dengan pikiran terbuka dan hati yang hangat, mari kita lanjutkan diskusi demi kemajuan bersama dalam keberagaman pandangan di antara umat Muslim.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

February 5

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?