Bagi orang awam, taqlid atau mengikuti ulama mujtahid yang telah memahami agama secara mendalam adalah suatu kewajiban. Tidak semua orang memiliki kemampuan dan kesempatan untuk mempelajari agama secara mendalam. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:
وَمَاكَانَ اْلمُؤْمِنُوْنَ لِيَنْفِرُوْاكَافَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِنْ كُلِ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوْا فِى الدِيْنِ وَلِيُنْدِرُوْا قَوْمَهُمْ اِذَارَجَعُوْا اِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُوْنَ
“Tidak pantas orang beriman pergi ke medan perang semua, hendaknya ada sekelompok dari tiap golongan dari mereka ditinggal untuk memperdalam agama dan memberikan peringatan kepada kaumnya apabila mereka kembali kepadanya, mudah-mudahan mereka itu takut.” (QS At-Taubah: 122)
Dalam ayat ini, Allah SWT jelas menyerukan kita untuk mengikuti orang yang telah memperdalam agama. Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman dengan tegas:
فَسْئَلُوْااَهْلَ الذِكْرِ اِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
“Maka hendaknya kamu bertanya kepada orang-orang yang ahli Ilmu Pengetahuan jika kamu tidak mengerti.” (An-Nahl: 43)
Kepada siapakah kita bertaqlid? Kita bertaqlid kepada salah satu dari empat madzhab yang telah diakui oleh seluruh Ahli Ilmu, mengenai keahlian dan kemampuan mereka dalam Ilmu Fiqih. Selain itu, akhlak dan taqwa mereka yang tinggi menjadi jaminan bahwa mereka tidak akan menyesatkan umat. Mereka adalah orang-orang yang takut kepada Allah SWT dan meletakkan hukum bersumber dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Al-Ijma’, dan Al-Qiyas. Namun, bertaqlid tidak berarti kita bisa mengikuti sembarang orang yang belum terbukti kemasyhurannya. Taqlid semacam itu justru dapat menyebabkan kesesatan. Kita seharusnya bertaqlid kepada ulama yang diakui oleh umat, baik dari segi akhlak maupun sikap sehari-hari, di mana fatwa mereka diyakini bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah SWT berfirman:
اِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ اْلعُلَمؤُا
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya hanyalah para Ulama.” (Fathir: 28)
Taqlid buta atau taqlid kepada sembarang orang tentu dilarang oleh agama. Bagi mereka yang memiliki kesempatan dan kemampuan, adalah wajib untuk memahami seluk-beluk dalil yang digunakan oleh para fuqaha’. Namun, mencapai derajat mujtahid mungkin sulit, meskipun kemungkinan tersebut selalu ada.