Istighotsah dalam bahasa Arab berarti “meminta pertolongan”. Istilah ini sering digunakan dalam wiridan anggota jama’ah thoriqoh, yang diucapkan dengan lafaz: “Ya Hayyu ya Qoyyum birohmatika astaghits..!” yang berarti memohon pertolongan kepada Dzat Yang Mahahidup dan tidak membutuhkan pertolongan. Di negara-negara Arab, kata istighotsah biasanya merujuk pada doa khusus yang diucapkan oleh tokoh tertentu.
Di Indonesia, istighotsah diartikan sebagai dzikir atau wiridan yang dilakukan secara bersama-sama, biasanya di tempat terbuka, untuk memohon petunjuk dan pertolongan dari Allah SWT. Doa-doa yang dibacakan saat istighotsah adalah doa khas yang diamalkan dalam jama’ah thoriqoh, meskipun terkadang ada tambahan doa. Pertama, para jama’ah membaca surat Al-Fatihah sebagai pembuka kegiatan. Selanjutnya, mereka membaca doa-doa berikut:
- Istighfar (astagfirullahal adzim) untuk meminta ampun kepada Allah.
- Hauqolah (la haula wala quwwata illa billahil aliyyil adzim) untuk meminta kekuatan kepada Allah.
- Sholawat atau doa untuk Nabi Muhammad SAW dan keluarganya.
- Lafadz tahlil panjang “La ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin” sebagai pengakuan bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa hamba yang berdoa telah melakukan perbuatan dzolim.
- Memuji asma Allah dengan lafadz “Ya Allah ya Qodim, ya Sami’u ya Basyir, ya Mubdi’u ya Kholiq, ya Hafidz ya Nasir ya Wakilu ya Allah, ya Lathif”.
- Kemudian bacaan istighotsah “Ya Hayyu ya Qoyyum birohmatika astaghits”.
Jumlah bacaan dapat bervariasi antara 1, 3, 7, 33, 100, hingga 1000, tergantung pada pemimpin jama’ah istighotsah. Setelah itu, dilanjutkan dengan membaca surat Yasin dan tahlil untuk mendoakan orang tua, guru, sesepuh, anak, dan saudara yang telah berpulang.
Jama’ah thoriqoh mengamalkan doa-doa ini pada waktu tertentu di tempat tertutup seperti masjid dan musholla dengan penuh khusyuk di bawah bimbingan guru tarekat (mursyid).
Pada akhir tahun 1990-an, para kiai Nahdlatul Ulama mengajak umat Islam dan bangsa Indonesia untuk berdoa bersama secara terbuka. Saat itu Indonesia menghadapi potensi bencana besar, sehingga berbagai elemen bangsa diajak untuk berdoa bersama demi keselamatan.
Doa bersama pertama kali dilaksanakan pada tanggal 25 Desember 1997 di lapangan bola Tambak Sari, Surabaya, dipimpin oleh Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur saat itu, KH Hasyim Muzadi. Istighotsah tersebut berlangsung khusyuk dan syahdu, membawa ketenangan jiwa. Selanjutnya, acara serupa diadakan di lapangan Kodam Surabaya yang dihadiri oleh kalangan NU serta pejabat negara.
Istighotsah semakin sering dilakukan menjelang dan selama masa krisis 1997-1998. Salah satu acara terbesar berlangsung di Lapangan Parkir Timur Senayan Jakarta yang dihadiri oleh para kiai NU, tokoh umat Islam, pimpinan partai, pejabat tinggi negara, serta para petinggi militer termasuk Panglima Angkatan Bersenjata. Saat itu, istighotsah tidak hanya berfungsi sebagai doa bersama tetapi juga sebagai penegasan komitmen kebangsaan di tengah krisis politik dan ekonomi yang melanda Indonesia.
Kini, istighotsah menjadi istilah umum untuk dzikir yang melibatkan banyak orang di tempat-tempat umum. Acara istighotsah biasanya diisi dengan ceramah agama (mau’idzatul hasanah) dan ditutup dengan pembacaan doa pamungkas yang dipimpin oleh para ulama secara bergantian.