- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Asuransi dalam Perspektif Hukum dan Praktik

Google Search Widget

Asuransi merupakan perjanjian di mana seorang penanggung berkomitmen untuk memberikan penggantian kepada tertanggung setelah menerima premi, sebagai kompensasi atas kerugian, kerusakan, atau kehilangan yang mungkin terjadi akibat kejadian tak terduga, menurut Pasal 246 KUHP.

Ada berbagai jenis asuransi yang dikenal, antara lain:

  1. Asuransi Kerugian: Jenis ini memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang mengalami kerugian pada barang atau benda miliknya akibat bencana atau bahaya yang dipertanggungkan. Kerugian bisa berupa:
    • Kehilangan nilai pakai
    • Penurunan nilai
    • Kehilangan keuntungan yang diharapkan.

Penanggung tidak wajib membayar ganti rugi jika selama masa perjanjian objek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya.

  1. Asuransi Jiwa: Ini adalah perjanjian mengenai pembayaran uang berdasarkan premi yang berkaitan dengan hidup atau matinya seseorang. Dalam asuransi jiwa yang mengandung elemen tabungan, penanggung akan mengembalikan jumlah uang yang dijanjikan kepada tertanggung jika:
    • Tertanggung meninggal selama masa perjanjian,
    • Perjanjian berakhir sesuai kesepakatan.
  2. Asuransi Sosial: Jenis asuransi ini memberikan jaminan kepada masyarakat dan diselenggarakan oleh pemerintah, termasuk asuransi kecelakaan lalu lintas (Jasa Raharja) dan berbagai program lainnya seperti TASPEN, ASTEK, ASKES, dan ASABRI. Sifat asuransi sosial dapat bersifat kerugian maupun jiwa.

Dalam hukum asuransi, terdapat beberapa ketentuan terkait:

  1. Asuransi Sosial: Diperbolehkan dengan syarat:
    • Tidak termasuk dalam akad mu’awadlah, melainkan syirkah ta’awuniyah.
    • Diselenggarakan oleh pemerintah, sehingga kerugian ditanggung oleh pemerintah dan keuntungan dikembalikan untuk kepentingan masyarakat.
  2. Asuransi Kerugian: Diperbolehkan jika memenuhi syarat berikut:
    • Merupakan persyaratan bagi objek agunan bank.
    • Tidak dapat dihindari karena ketentuan pemerintah, seperti untuk barang-barang impor dan ekspor.
  3. Asuransi Jiwa: Dikenakan larangan kecuali memenuhi ketentuan berikut:
    • Mengandung unsur tabungan.
    • Pihak tertanggung berniat menabung saat menyerahkan premi.
    • Pihak penanggung berkomitmen untuk menyimpan tabungan sesuai prinsip syariat Islam.
    • Tertanggung dapat menarik sebagian uang tabungan jika diperlukan sebelum jatuh tempo.
    • Jika tertanggung tidak dapat membayar premi, maka premi menjadi hutang yang bisa diangsur tanpa mengakhiri hubungan dengan penanggung.

Para musyawirin sepakat mendukung pendirian asuransi secara Islam. Sebelum mencapai tujuan terciptanya Asuransi Islam, sistem perasuransian yang ada saat ini perlu diperbaiki dengan menghilangkan unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran Islam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?