Judi online kini semakin meluas, meskipun jelas dilarang oleh agama dan negara. Dampak negatifnya tidak bisa dianggap sepele, mulai dari masalah materi hingga kesehatan fisik dan mental. Bagi mereka yang telah berkeluarga, perjudian sering kali mengganggu keharmonisan hubungan keluarga.
Dalam konteks keluarga, istri dan anak sering menjadi korban suami yang kecanduan judi online. Salah satu dampaknya adalah ketidakmampuan suami memberikan nafkah yang seharusnya, karena uangnya habis untuk berjudi. Selain itu, perilaku kasar juga sering muncul, karena penjudi cenderung menjadi temperamental akibat kekalahan. Dengan berbagai alasan ini, timbul pertanyaan: bolehkah istri menggugat cerai suami?
Dalam hukum Islam, hak talak memang berada pada suami. Namun, istri tetap memiliki hak untuk mengajukan gugatan cerai sebagai bentuk perlindungan terhadap diri mereka dari bahaya yang mungkin mengancam.
Contoh nyata dalam sejarah Islam adalah istri Tsabit bin Qais yang menggugat cerai suaminya. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari, dia datang kepada Nabi Muhammad SAW dan menyatakan bahwa dia tidak mencela Tsabit bin Qais karena agama atau akhlaknya, tetapi karena dia tidak ingin terjerumus dalam kekufuran di dalam Islam. Nabi kemudian memintanya untuk mengembalikan kebun milik suami dan menyarankan agar Tsabit menceraikannya.
Gugatan cerai dari pihak istri dalam Islam dikenal dengan istilah khulu’. Istri Tsabit bin Qais adalah contoh pertama dalam sejarah Islam yang melakukan khulu’. Pengertian khulu’ menurut syariat adalah perceraian dengan memberikan kompensasi kepada suami. Dalam hal ini, jika suami memiliki hak dalam pernikahan, dia juga berhak menerima imbalan saat melepaskan hak tersebut, mirip dengan transaksi jual beli.
Pernikahan dapat diibaratkan sebagai pembelian, sedangkan khulu’ seperti penjualan. Dalam khulu’, terdapat perlindungan bagi wanita dari bahaya yang sering terjadi dalam pernikahan yang tidak harmonis.
Nilai kompensasi yang diberikan kepada suami dapat berupa mahar yang telah diberikan atau bentuk lainnya, bahkan bisa lebih besar. Namun, hal ini hukumnya makruh menurut Imam Al-Ghazali.
Jika seorang suami kecanduan judi online, istri diperbolehkan untuk meminta cerai atau khulu’ dengan alasan buruknya akhlak dan agama suami atau ketidakmampuan suami memberikan nafkah. Hal ini sesuai dengan penjelasan Syekh Zakaria Al-Anshari dalam kitabnya Asnal Mathalib.
Khulu’ sah dilakukan baik dalam kondisi perselisihan maupun damai. Dalam kondisi perselisihan atau ketika istri membenci suaminya karena keburukan akhlaknya, istri dapat mengajukan gugatan cerai untuk melindungi diri dari hal-hal yang kurang baik.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang istri berhak menggugat cerai atau meminta khulu’ kepada suami yang kecanduan judi online dengan memberikan sejumlah kompensasi. Tindakan ini diambil untuk melindungi istri dari dampak negatif yang mungkin dialaminya. Perceraian sebaiknya menjadi pilihan terakhir setelah melakukan upaya rekonsiliasi dan mempertimbangkan dengan matang.
Dalam konteks hukum positif di Indonesia, gugatan cerai dari pihak istri disebut cerai gugat, di mana istri dapat mengajukan gugatan secara tertulis atau lisan kepada Pengadilan Agama. Pengadilan Agama akan memutuskan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Hal ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 131 ayat 5 mengenai ikrar talak oleh suami.
Perbedaan antara khulu’ dan cerai gugat terletak pada pembayaran uang kompensasi. Dalam cerai gugat, pembayaran tidak selalu diperlukan, sementara dalam khulu’, uang kompensasi menjadi dasar terjadinya perceraian. Persamaan keduanya adalah keinginan untuk bercerai berasal dari pihak istri. Wallahu a’lam.