Kurban atau udhiyah merupakan ritual ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt melalui penyembelihan binatang seperti kambing, sapi, dan unta pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik. Hukum dasar dari kurban adalah sunah, yang dianjurkan bagi mereka yang memiliki harta lebih.
Namun, hukum kurban bisa berubah menjadi wajib dalam dua situasi. Pertama, melalui nazar. Jika seseorang bernazar untuk menyembelih kurban, maka hukum kurbannya menjadi wajib. Kedua, jika seseorang menyatakan kesanggupan untuk berkurban dan telah menentukan binatangnya, seperti menyatakan “aku jadikan kambing ini sebagai kurban,” maka hukum kurbannya juga menjadi wajib.
Terdapat perbedaan dalam mendistribusikan daging antara kurban sunah dan kurban wajib. Dalam kurban sunah, daging yang disedekahkan kepada fakir miskin hanya sedikit. Artinya, diperbolehkan memberikan satu atau dua suap daging untuk fakir miskin, sementara sisanya bisa dimakan sendiri. Namun, yang lebih utama adalah menyedekahkan seluruh daging, kecuali beberapa suap untuk mengambil berkah.
Berbeda dengan kurban wajib, pihak yang berkurban beserta keluarganya tidak boleh sama sekali memakan daging kurbannya. Mereka wajib menyedekahkan semuanya kepada fakir miskin di daerah mereka.
Di sisi lain, dalam praktiknya, terkadang panitia kurban membagi daging menjadi potongan kecil dan langsung membagikannya kepada tetangga tanpa memilah antara keluarga fakir miskin dan keluarga kaya. Pertanyaannya, apakah cara distribusi daging kurban wajib seperti ini dapat dibenarkan?
Ada dua poin penting yang perlu diperhatikan. Pertama, hukum menyerahkan daging kurban wajib kepada orang kaya. Dalam kajian fiqih, semua daging kurban wajib harus disedekahkan kepada fakir miskin. Ini menunjukkan bahwa daging kurban bagi orang kaya tidak dianggap sedekah, melainkan hanya sekadar ith’am (memberikan hidangan). Oleh karena itu, jika ada sebagian daging yang dimakan oleh pihak yang berkurban, ia harus menggantinya dengan daging lain dan menyerahkannya kepada fakir miskin.
Dalam kitab Hasyiyah Al-Jamal disebutkan bahwa kurban yang dinazari harus disumbangkan seluruhnya. Artinya, “Adapun kurban yang dinazari maka harus disumbangkan seluruhnya.” (Sulaiman Al-Jamal, Hasyiyah Al-Jamal).
Kedua, mengenai standar orang kaya dalam konteks udhiyah. Para ulama memiliki pendapat berbeda dalam menentukan kriteria ini. Menurut imam Ar-Ramli, orang kaya adalah mereka yang haram menerima zakat, sedangkan orang fakir adalah mereka yang berhak menerima zakat. Pendapat lain disampaikan oleh imam At-Thabalawi, yang menyatakan bahwa orang kaya adalah mereka yang mampu melaksanakan kurban, yaitu memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok yang dipertimbangkan dalam zakat fitrah.
Simpulan hukumnya adalah bahwa kurban wajib tidak boleh diberikan kepada selain fakir miskin. Jika ada pendistribusian kepada selain fakir miskin, maka wajib diganti dengan daging lain dan diberikan kepada fakir miskin. Wallahu a’lam.