- 
English
 - 
en
Indonesian
 - 
id

Tindakan Panitia Kurban dalam Pembagian Daging: Sudah Sesuai dengan Kaidah Fiqih?

Google Search Widget

Dalam kajian fiqih, terdapat larangan bagi panitia kurban untuk memberikan sebagian daging kurban kepada pihak yang menyembelih sebagai bentuk upah. Hal ini dianggap setara dengan praktik jual beli daging kurban, yang dilarang dalam agama.

Namun, untuk mengatasi larangan ini, beberapa panitia memberikan jatah daging yang lebih banyak kepada pihak penyembelih dan anggota panitia lainnya. Meskipun panitia tidak menerima bayaran atau upah untuk tugas mereka, mereka tetap memperoleh keuntungan karena mendapatkan porsi daging yang lebih besar dibandingkan yang lain.

Apakah tindakan panitia yang memberikan jatah daging lebih banyak ini diperbolehkan dalam Islam?

Pertama, dalam pandangan fiqih, panitia kurban berfungsi sebagai wakil dari orang yang berkurban dalam proses penyembelihan dan pembagian daging qurban. Oleh karena itu, keputusan yang diambil harus mendapatkan persetujuan dari orang yang berkurban, baik secara lisan maupun melalui kebiasaan (‘urf). Sebagaimana dinyatakan oleh Abu Ishaq As-Syirazi dalam kitab Al-Muhadzdzab, jika pemberian jatah lebih kepada panitia sudah mendapat persetujuan atau merupakan kebiasaan, maka tindakan tersebut dapat dibenarkan dari sudut pandang akad wakalah-nya.

Kedua, larangan untuk memberi daging sebagai upah hanya berlaku jika ada kesepakatan untuk melakukan pekerjaan dengan pembayaran upah. Jika tidak ada kesepakatan semacam itu, maka pemberian tersebut bukanlah disebut upah (ujrah). Dalam hal ini, jika seseorang menyerahkan kain bajunya kepada penjahit tanpa menyebutkan tentang upah, maka tidak ada kewajiban bagi penjahit untuk mendapatkan upah karena ia dianggap melakukan pekerjaan secara cuma-cuma.

Dengan demikian, meskipun menjadi panitia, mereka tetap berhak menerima daging kurban sebagai sedekah jika tergolong fakir miskin, dan sebagai ith’am (pemberian hidangan) jika mereka tergolong mampu atau kaya.

Ketiga, dalam pembagian daging kurban, diperbolehkan untuk memberikannya kepada satu orang miskin saja tanpa harus membagi rata kepada semua orang miskin di daerah tersebut. Oleh karena itu, tidak ada larangan untuk memberikan jatah lebih kepada pihak tertentu seperti panitia. Namun, sebaiknya juga dipertimbangkan dampak sosial dari keputusan tersebut.

Simpulan hukum mengenai tindakan panitia dalam mendapatkan dua jatah daging kurban adalah diperbolehkan, selama tidak diatasnamakan sebagai upah pekerjaan. Jatah tersebut dapat dianggap sebagai sedekah bagi orang miskin atau pemberian hidangan (ith’am) bagi orang yang kaya. Wallahu a’lam.

Google Search Widget
Copy Title and Content
Content has been copied.

November 22

Salam 👋

Apakah ada yang bisa kami bantu?