Ihram merupakan salah satu rukun haji yang harus dipenuhi oleh setiap jamaah. Dalam pelaksanaan ibadah ini, jamaah haji mengenakan pakaian yang tidak berjahit dan harus meninggalkan larangan ihram. Proses ini dimulai dengan niat ihram dalam hati dan diakhiri dengan tahallul.
Perempuan yang sedang haid atau nifas tetap diwajibkan untuk berniat ihram, baik untuk haji maupun umrah. Dalam hal ini, haid dan nifas tidak menghalangi mereka untuk melaksanakan ihram. Bahkan, sangat dianjurkan bagi jamaah haji perempuan yang sedang haid atau nifas untuk melakukan mandi ihram.
Rasulullah SAW pernah mencontohkan hal ini dengan memerintahkan seorang sahabat wanita yang sedang nifas untuk mandi sebelum berihram. Dalam sebuah riwayat, Siti Aisyah RA menceritakan bahwa Asma binti Umais melahirkan Muhammad bin Abu Bakar di Dzulhulaifah dan Rasulullah SAW meminta Abu Bakar untuk memerintahkan istrinya mandi sebelum berihram.
Dari sini, para ulama sepakat bahwa ihram bagi perempuan yang haid dan nifas tetap sah. Mereka dianjurkan untuk mandi ihram karena hal ini disepakati dalam berbagai pendapat ulama. Namun, mayoritas ulama dari Mazhab Malik, Abu Hanifah, dan jumhur menyatakan bahwa mandi ihram adalah suatu anjuran, sementara Imam Al-Hasan dan sebagian ulama zahiri berpendapat bahwa mandi ihram itu wajib.
Perempuan yang sedang haid atau nifas diperbolehkan untuk melaksanakan semua rukun dan wajib haji, kecuali tawaf dan shalat sunnah tawaf. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa perempuan dengan keadaan ini diperbolehkan melakukan semua amalan haji kecuali tawaf. Selain itu, shalat sunnah ihram juga merupakan sunnah dan tidak menjadi syarat sahnya pelaksanaan haji.
Terkait tawaf, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian ulama berpendapat bahwa tawaf bagi perempuan yang sedang haid tidak sah, sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat sebaliknya. Menurutnya, kesucian bukan merupakan syarat sah untuk melakukan tawaf, sehingga perempuan yang sedang haid atau nifas tetap dapat melaksanakan tawaf.
Dengan demikian, setiap rukun dan wajib haji yang dilaksanakan oleh perempuan yang sedang haid atau nifas tetap dianggap sah, kecuali tawaf. Perbedaan pandangan mengenai pelaksanaan tawaf bagi perempuan yang dalam kondisi haid atau nifas tetap ada di kalangan ulama.