Salah satu rangkaian penting dalam pelaksanaan ibadah haji adalah melempar jamrah. Ritual ini melibatkan melempar batu kerikil ke arah jamrah Sughra, Wustha, dan Kubra dengan niat mengenai objek jamrah (marma) dan memastikan kerikil tersebut masuk ke dalam lubang marma. Hukum melempar jamrah adalah wajib; jika ditinggalkan, jamaah berkewajiban membayar dam atau fidyah.
Ritual ini terdiri dari dua lontaran: melontar jamrah aqabah pada tanggal 10 Dzulhijjah dan lontaran jamrah di hari tasyrik pada tanggal 11, 12, serta 13 Dzulhijjah. Masing-masing lontaran menggunakan batu kerikil sebanyak tujuh kali.
Melempar jamrah bukan sekadar ritual, tetapi juga simbol perlawanan terhadap unsur-unsur kejahatan dan sifat-sifat syaithaniyah yang bersemayam dalam diri manusia. Aktivitas ini mengingatkan jamaah haji bahwa setan senantiasa berusaha menghalangi manusia untuk berbuat kebaikan. Oleh karena itu, melempar jamrah menjadi simbol perjuangan melawan segala godaan setan. Lontaran sebanyak tujuh kali mengisyaratkan bahwa perlawanan terhadap syaitan dan unsur-unsur kejahatan harus dilakukan dengan ulet dan sekuat tenaga.
Agar pelaksanaan ibadah haji mencapai kesempurnaan, penting untuk memperhatikan hal-hal yang disunahkan, termasuk tata cara melempar jamrah yang baik dan benar. Syekh Sa’id bin Muhammad Ba’ali dalam kitab Busyral Karim menyebutkan beberapa kesunahan dalam melontar jamrah, antara lain:
- Melempar jamrah dengan tangan kanan.
- Menghadap kiblat saat melempar pada hari tasyrik.
- Mengangkat tangan hingga terlihat ketiak bagi jamaah laki-laki.
- Melontar dengan cepat.
- Menggunakan batu yang suci.
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab tersebut, “Kesunahan melontar jamrah ada banyak, di antaranya: cepat-cepat, menggunakan tangan kanan, mengangkat tangan bagi laki-laki sampai ketiaknya terlihat, menghadap kiblat pada melontar jamrah di hari tasyriq, menggunakan batu yang suci.”
Bagi jamaah perempuan, dianjurkan untuk tidak mengangkat tangan saat melontar jamrah. Namun, Imam al-Adzra’i berpendapat bahwa mengangkat tangan bagi jamaah perempuan adalah sunnah jika tidak ada orang lain di sekitarnya atau jika ditemani suami dan mahramnya.
Di samping kesunahan di atas, Syekh Khatib as-Syarbini dalam kitabnya juga menganjurkan jamaah haji untuk mengucapkan takbir setiap kali melempar jamrah. Hal ini sebagai pengganti bacaan talbiyah. Bacaan takbir yang dimaksud adalah:
“Allāhu akbar, Allāhu akbar, Allāhu akbar. Lā ilāha illallāhu wallāhu akbar. Allāhu akbar wa lillāhil hamdu.”
Artinya: “Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Tiada tuhan selain Allah. Allah Maha Besar. Segala puji bagi-Nya.”
Demikianlah penjelasan mengenai hikmah, tata cara, dan kesunnahan dalam pelaksanaan melempar jamrah. Semoga ibadah haji yang dijalani diterima oleh Allah SWT dan menjadi haji yang mabrur.