Menikah merupakan salah satu syariat Islam yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Anjuran ini ditujukan bagi individu yang telah beranjak dewasa dan memiliki kemampuan untuk melaksanakannya. Dalam kitab Fathul Qarib, Syeikh Muhammad bin Qasim menjelaskan bahwa nikah disunnahkan bagi seseorang yang membutuhkan pernikahan karena kebutuhan biologis dan mampu secara finansial.
Di sisi lain, ada anggapan di sebagian masyarakat bahwa prosesi pernikahan harus mempertimbangkan waktu yang tepat. Keyakinan ini muncul karena pernikahan dianggap sakral dan berhubungan dengan kehidupan seseorang, sehingga tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Salah satu keyakinan tersebut adalah bahwa menikah di bulan Dzulqa’dah dapat mendatangkan kesialan dan kesehatan pasangan suami istri akan terganggu.
Namun, menurut NU Online, dalam agama Islam tidak ada larangan untuk melaksanakan pernikahan di bulan tertentu, termasuk bulan Dzulqa’dah. Hal ini diperkuat oleh kasus yang terjadi pada zaman Nabi, di mana pernikahan yang dilakukan di bulan Syawal sempat dianggap membawa kesialan. Untuk menegaskan hal tersebut, Nabi Muhammad menikahi Siti Aisyah di bulan Syawal, sebagaimana diriwayatkan dalam Musnad Imam Ahmad.
Mengenai kepercayaan yang diyakini oleh sebagian masyarakat, sebenarnya tidak dipermasalahkan selama mereka tetap meyakini bahwa semua hal yang terjadi di masa depan merupakan ketetapan dari Allah SWT. Dalam kitab Ghayatu Talkhishi Al-Murad min Fatawi ibn Ziyad, dijelaskan bahwa jika seseorang bertanya apakah hari atau malam tertentu baik untuk menikah, maka tidak ada perlunya untuk menjawabnya. Syari’at melarang keyakinan semacam itu, dan tidak ada alasan untuk melakukannya.
Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tidak ada larangan untuk melaksanakan pernikahan di bulan-bulan tertentu, termasuk Dzulqa’dah. Keyakinan terhadap waktu tertentu diperbolehkan selama masih meyakini bahwa semuanya merupakan ketetapan dari Allah SWT. Hal yang terpenting dalam keabsahan suatu pernikahan adalah terpenuhinya syarat dan rukun yang telah ditentukan. Syeikh Zainuddin Al Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menyebutkan bahwa terdapat lima rukun dalam pernikahan: calon istri, calon suami, wali, dua saksi, dan shigat.
Dengan demikian, menikah di bulan Dzulqa’dah dibolehkan dan sah apabila semua rukun dan syarat pernikahan telah terpenuhi.