Kurban di hari raya Idul Adha adalah salah satu ibadah yang sangat dianjurkan bagi umat Islam, yang dalam istilah fiqih disebut sunnah mu’akkadah. Disyariatkannya ibadah kurban berdasarkan firman Allah dalam Surat Al-Kautsar ayat 2, yang berbunyi: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ. Artinya: “Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!”
Selain itu, anjuran berkurban di hari raya Idul Adha juga didasarkan pada hadits Nabi yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari Sayyidah ‘Aisyah: مَا عَمِلَ آدَميٌّ من عَملٍ يَوْمَ النَّحْرِ أحَبَّ إلى الله من إهْراقِ الدَّمِ، إِنَّها لَتأتي يَوْمَ القِيامَةِ بِقُرونِها وَأشْعارِها وَأظْلافِها، وَإنَّ الدَّمَ لَيقَعُ من الله بمَكانٍ قَبْلَ أن يَقعَ من الأرْضِ، فَطِيبُوا بِها نَفْسًا. Artinya: “Tidak ada amal manusia di hari raya Idul Adha yang lebih dicintai Allah daripada menumpahkan darah (berkurban). Sungguh hewan itu akan datang di hari kiamat dengan tanduk, bulu, dan kukunya. Dan sesungguhnya darah yang mengalir darinya telah mendapatkan kedudukan di sisi Allah sebelum ia menyentuh tanah, maka lakukanlah dengan lapang hati.”
Menurut Imam Mubarakfuri, hadits ini tidak hanya menunjukkan kesunnahan berkurban, tetapi juga keutamaannya. Hewan kurban yang datang di hari kiamat dengan lengkap menunjukkan bahwa setiap bagian tubuhnya membawa pahala bagi yang menjadikannya kurban.
Rasulullah telah menentukan jenis hewan yang dapat dijadikan kurban, yaitu semua jenis kambing, sapi, dan unta. Kambing untuk satu orang, sementara sapi dan unta dapat untuk satu hingga tujuh orang. Ketentuan ini berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud: البقرَةُ عن سَبْعةٍ، والجَزورُ عن سَبْعةٍ. Artinya: “Sapi bisa untuk kurban tujuh orang, unta bisa untuk kurban tujuh orang.”
Walaupun ketentuan ini bersifat tauqifi, kita dapat memahami hikmah atau filosofinya. Secara fisik, sapi dan unta lebih besar dibandingkan kambing, sehingga dapat dijadikan kurban untuk tujuh orang. Rasulullah juga menentukan kriteria hewan yang layak dijadikan kurban, baik dari segi umur maupun ketiadaan cacat.
Bagaimana jika sapi yang disembelih bertubuh kecil? Mengenai hal ini, Imam Ibnu Hajar Al-Haitami menjelaskan bahwa yang paling utama untuk dijadikan kurban adalah hewan yang gemuk. Berkurban dengan satu hewan gemuk lebih utama daripada dengan dua hewan yang kurus. Dari penjelasan ini, kita bisa menyimpulkan bahwa hewan kurus tetap sah dijadikan kurban, asalkan memenuhi syarat umur dan tidak cacat.
Keterangan lebih jelas juga terdapat dalam kitab Nihayatul Muhtaj karya Imam Syamsuddin Ar-Ramli, yang menjelaskan bahwa hewan yang terpotong sebagian telinganya tidak sah dijadikan kurban. Namun, hewan dengan telinga kecil tetap sah dijadikan kurban karena anggota tubuhnya lengkap.
Berdasarkan penjelasan para ulama di atas, sapi yang memenuhi kriteria umur dan tanpa cacat tetap dapat dijadikan kurban untuk tujuh orang. Hikmah tersebut tidak mempengaruhi hukum, berbeda dengan ‘illat (alasan hukum).