Kebebasan seorang anak dalam memilih calon pasangan merupakan topik yang kompleks dan sensitif. Dalam Islam, terdapat prinsip yang menekankan kebebasan untuk memilih pasangan yang dicintai, selama ada kesetaraan dalam hal kafa’ah, yaitu kesetaraan antara kondisi suami dan istri menurut perspektif syariat. Namun, kenyataannya, banyak anak yang terjebak dalam perjodohan paksa yang ditentukan oleh orang tua tanpa melibatkan keinginan mereka. Situasi ini sering kali berujung pada pernikahan yang tidak harmonis, bahkan perceraian, meskipun ada juga yang berhasil membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Pandangan Islam mengenai pemaksaan orang tua dalam perjodohan sangat jelas. Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki menjelaskan bahwa orang tua tidak boleh memaksa anaknya untuk menikah dengan orang yang tidak mereka inginkan. Banyak pernikahan yang dihasilkan dari paksaan berakhir dengan masalah besar dalam rumah tangga, dan ujung-ujungnya hanya menimbulkan perceraian. Dalam kitabnya, ia menyatakan bahwa tidak diperkenankan memaksa wanita yang sudah baligh untuk menikah, baik yang masih gadis maupun janda. Islam menolak keras praktik pemaksaan semacam ini.
Kisah Nabi Muhammad menunjukkan bahwa beliau memberi hak kepada wanita untuk menentukan pilihannya dalam pernikahan. Suatu ketika, seorang wanita datang kepada Rasulullah untuk menceritakan bahwa ia telah dijodohkan secara paksa oleh ayahnya dengan anak saudaranya yang tidak ia cintai. Setelah mendengar cerita tersebut, Rasulullah memanggil ayahnya dan menyerahkan urusan itu kepada sang wanita. Wanita itu menyatakan bahwa ia menerima keputusan ayahnya, tetapi ingin mempertegas bahwa wanita juga memiliki hak dalam menentukan pilihan pasangan.
Pendapat ini juga didukung oleh Syekh Musthafa as-Suyuthi ar-Rahibani, yang menyatakan bahwa orang tua tidak berhak memaksa anak menikah dengan pilihan mereka. Bahkan, menolak paksaan itu tidak dianggap sebagai kedurhakaan. Syekh Ali Jum’ah juga sejalan dengan pandangan ini, menekankan bahwa baik anak laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk menentukan pasangan hidup mereka tanpa campur tangan orang tua. Orang tua seharusnya hanya memberikan nasihat dan arahan tanpa memaksa keinginan mereka.
Dalam konteks ini, penting untuk dipahami bahwa pernikahan harus dibangun atas dasar kebebasan dan kesepakatan kedua belah pihak. Pernikahan yang dilakukan dengan paksaan bertentangan dengan tujuan utama nikah, yaitu membangun keluarga yang harmonis. Oleh karena itu, pemaksaan orang tua dalam hal ini hukumnya haram karena merugikan hak-hak individu.
Kesimpulannya, orang tua tidak boleh memaksakan kehendak kepada anaknya dalam memilih pasangan hidup. Seorang anak berhak memilih calon suami atau istri sesuai dengan keinginannya, sementara orang tua hanya dapat memberikan nasihat tanpa paksaan. Praktik pemaksaan dalam pernikahan sangat ditolak dalam Islam karena dapat menimbulkan masalah serius dalam kehidupan keluarga.