Tradisi musik terus berkembang dan tetap relevan dalam berbagai konteks zaman. Musik tidak hanya berfungsi sebagai sarana hiburan, tetapi juga dapat membangkitkan semangat, termasuk dalam melantunkan shalawat. Kini, musik sering digunakan untuk mengiringi pembacaan shalawat, menciptakan pengalaman mendengarkan yang lebih kaya.
Banyak grup dan gambus yang muncul untuk mensyiarkan shalawat dengan alat musik. Selain karena melodi dan ritmenya yang menyenangkan, pembacaan shalawat yang disertai musik dapat membuat pendengar lebih meresapi dan menikmati lantunan tersebut. Namun, muncul pertanyaan mengenai hukum melantunkan shalawat dengan iringan musik.
Secara umum, membaca shalawat adalah tindakan yang dianjurkan dalam Islam. Ini merupakan bentuk cinta kepada Nabi Muhammad SAW. Berkat kemuliaan Nabi dan keistimewaan shalawat, setiap orang yang melantunkannya pasti diterima oleh Allah SWT dalam keadaan apapun. Syekh Abu Bakar Syatha’ Dimyathi menegaskan bahwa semua amal ada yang diterima dan ada yang ditolak, kecuali shalawat yang pasti diterima.
Terkait dengan pembacaan shalawat menggunakan irama dan nada, ulama asal Madura, KH. Thaifur Ali Wafa, dalam kitab Bulghatut Thullab menyatakan bahwa hal tersebut diperbolehkan. Namun, bagaimana jika disertai dengan alat musik? Persoalan alat musik merupakan isu khilafiyah dalam fiqih dan bukan masalah pokok akidah. Sebagian ulama mengharamkan alat musik tertentu, seperti gitar dan seruling, berdasarkan hadits, sementara yang lain, seperti Imam al-Ghazali dan Abu Thalib al-Makki, cenderung memperbolehkan.
Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin berpendapat bahwa pada dasarnya bermain musik dan bernyanyi diperbolehkan. Ia menekankan bahwa tidak ada nash atau argumentasi qiyas yang menunjukkan bahwa musik itu haram. Jika tidak ada bukti yang mendukung keharaman mendengarkan musik dan nyanyian, maka hal itu dianggap mubah.
Dalam pandangan al-Ghazali, jika ada alat musik yang diharamkan, hal itu disebabkan oleh faktor eksternal yang terkait dengan alat musik tersebut, bukan karena alat musik itu sendiri. Misalnya, alat musik tertentu pernah identik dengan budaya negatif atau perilaku buruk.
Pandangan ini relevan dengan kondisi saat ini, di mana seni musik seperti gitar tidak lagi terasosiasi dengan perilaku buruk. Sebaliknya, musik kini banyak digunakan sebagai media dakwah yang mengiringi nyanyian bersifat Islami seperti shalawat. Oleh karena itu, melantunkan shalawat dengan iringan seni musik tidaklah menjadi masalah.
Al-Ghazali juga menyatakan bahwa penggunaan seni musik dan nyanyian pada momen kebahagiaan diperbolehkan untuk menambah kegembiraan. Aktivitas mendengar musik pada waktu-waktu bahagia seperti hari raya dan pernikahan dapat menjadi penguat bagi suasana gembira.
Kesimpulannya, membaca shalawat sangat dianjurkan dalam Islam dan pasti diterima oleh Allah SWT. Sementara itu, penggunaan alat musik dalam pembacaan shalawat memiliki pandangan yang beragam di kalangan ulama. Sebagian ulama mengizinkan seni musik selama tidak mengandung unsur keharaman.