Polemik mengenai kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada tahun 2024 semakin menghangat, terutama setelah banyak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) beralih menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Kenaikan UKT ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang berasal dari kalangan ekonomi menengah ke bawah. Biaya pendidikan yang tinggi berpotensi mengurangi minat seseorang untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Biaya pendidikan yang semakin meningkat dapat berdampak serius pada kehidupan masyarakat Indonesia, seperti peningkatan angka pengangguran, tindakan kriminal, dan kemiskinan yang meluas. Dalam konteks ini, pemerintah memiliki peran penting untuk menangani permasalahan tersebut, salah satunya dengan menanggung biaya pendidikan masyarakat.
Dalam pandangan Islam, kewajiban pemerintah untuk menanggung pendidikan masyarakat dijelaskan oleh Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya Al-Fiqhul Islami. Ia menegaskan bahwa cara pengelolaan fasilitas umum dalam Islam—seperti masjid, sekolah, rumah sakit, jembatan, dan lainnya—sejalan dengan sistem yang diterapkan saat ini. Negara seharusnya bertanggung jawab dalam mengelola fasilitas publik dengan menggunakan dana dan pegawai yang dimiliki serta memanfaatkan instrumen hukum yang ada.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menanggung pendidikan masyarakat dengan dana negara. Jika kita melihat kembali masa kejayaan Dinasti Abbasiyah, salah satu faktor utama yang mendorong puncak kejayaan pada masa itu adalah kecintaan pemerintah terhadap ilmu pengetahuan. Karya-karya para ulama di masa tersebut dihargai dengan sangat tinggi, sehingga banyak karya ilmiah yang bermunculan.
Belajar dari sejarah tersebut, sudah sepatutnya Indonesia berupaya maksimal untuk menanggung biaya pendidikan masyarakat demi merealisasikan cita-cita negara dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa.