Dalam sinetron Indonesia, seringkali digambarkan bahwa orang yang sabar adalah sosok yang tertindas, naif, mudah ditipu, dan biasanya hanya menangis sendirian. Karakter seperti ini sering kali menjadi pemenang hanya di episode terakhir, sementara sebelumnya selalu kalah dan mengalah. Gambaran ini membentuk pemahaman bahwa orang sabar adalah orang lemah. Namun, jika dilihat secara objektif, sifat sabar yang digambarkan tersebut sejatinya bukanlah sabar, melainkan kelemahan. Kelemahan, secara umum, tidaklah baik. Mukmin yang lebih dicintai oleh Allah adalah yang kuat, sebagaimana dijelaskan dalam hadits: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah. Dan masing-masing adalah baik” (HR Muslim).
Lalu, apa sebenarnya makna sabar? Sabar berasal dari bahasa Arab الصبر (ash-shabru), yang dalam bahasa Indonesia mengalami sedikit perubahan makna, sehingga terkadang terkesan lemah dalam tayangan sinetron. Makna asli dari ash-shabru adalah tahan, seperti dalam istilah صبّر الجثة yang berarti “menyabarkan” bangkai, yaitu membuat bangkai tahan lama dan tidak mudah membusuk. Dengan pemahaman ini, kita bisa menginterpretasikan ayat Al-Qur’an yang menyatakan: “Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, ‘Betapa banyak kelompok kecil bisa mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.’ Dan Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS Al-Baqarah: 249). Ayat ini menggambarkan prajurit yang tahan banting, meskipun jumlah mereka sedikit, namun mampu mengalahkan musuh yang lebih banyak.
Dalam ayat lain, Allah berfirman: “Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tidak lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tidak patah semangat dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar” (QS Ali ‘Imran: 146). Ayat ini menegaskan bahwa kriteria orang sabar adalah mereka yang tidak lemah, tidak mudah patah semangat, dan tidak menyerah. Ini adalah ciri dari seorang Muslim yang kuat, sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah (SAW).
Dengan demikian, sabar bukanlah sifat bagi mereka yang lemah dan selalu kalah. Sebaliknya, sabar adalah sifat bagi para pemenang yang tetap unggul, baik dalam keadaan sedikit maupun dalam kondisi mayoritas. Rasulullah (SAW) dan para sahabatnya menunjukkan kesabaran dalam setiap situasi. Ketika mereka menjadi minoritas dan ditindas di Makkah, tidak ada yang berpaling atau menyerah pada aqidah Islam. Mereka tetap tegas dan kuat meskipun menghadapi siksaan dari kaum Quraisy. Begitu pula setelah Hijrah di Madinah, mereka tetap sabar dan tahan banting meskipun jumlah mereka lebih sedikit. Dengan kesabaran ini, umat Islam pada masa tersebut meraih kemenangan yang gemilang.